Ada beberapa pertimbangan yang perlu Anda diperhatikan untuk menerima calon suami ataupun calon istri yang berstatus sebagai pegawai bank.
PERTAMA, PEGAWAI BANK ADALAH PEMAKAN RIBA
Bisa dikatakan 99% pengahasilan bank adalah riba. Dengan toleransi 1% sebagai asumsi penghasilan dari biaya administrasi nasabah. Sehingga Anda bisa memastikan, gaji yang diterima pegawai bank, sejatinya adalah uang riba.
Dengan demikian, seorang pagwai bank bisa dipastikan semua harta yang dia miliki adalah harta riba. Dia makan minum dari riba, dia kenyang dengan riba, tidur nyenyak karena riba, dia berpakaian dengan riba, dan dia hidup dengan bergumul riba. Dan tidak lupa ada toleransi 1% yang bukan riba.
Bisa Anda bayangkan, akumulasi dosa riba yang dia kantongi. Tidakkah dia sadar, Allah menantang perang dengan pemakan riba, sebagaimana firman-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba, jika kalian beriman. Jika kalian tidak melaksanakannya maka umumkanlah untuk berperang dengan Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Qur'an, Surat Al-Baqarah, Ayat 278 – 279).
Tidakkah dia sadar bahwa dosa riba lebih kejam dibanding dosa zina? Dari Ibn Handzalah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Satu dirham riba itu lebih berat dari pada berzina dengan 36 wanita pelacur.” (Hadist Riwayat Ahmad dan dishahihkan Syu’aib al-Arnauth) ---> 1 Dirham itu setara dengan Rp.2.963,-
Tidakkah dia sadar, pintu riba yang paling ringan sama dengan memperkosa ibunya? Dari Abdullah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Riba ada 73 pintu, yang paling ringan seperti orang yang berzina dengan ibunya.” (Hadist Riwayat Hakim dan disahihkan ad-Dzahabi dan Syua’ib al-Arnauth).
Bukankah mereka termasuk manusia yang dilaknat? Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, yang mencatat, dan dua saksi” (Hadist Riwayat Muslim).
KEDUA, MENIKAH DENGAN ORANG FASIK
Seorang pegawai bank dengan berbagai pelanggaran di atas, merupakan pelaku dosa besar. Rutinitas dia makan harta riba sudah cukup menjadi alasan mendasar untuk itu. Dengan kata lain, sejatinya seorang pegawai bank adalah orang fasik. Dia pelaku dosa besar dan bahkan itu menjadi bagian penting hidupnya.
Dengan demikian, menikah dengan pagawai bank sama dengan menikah dengan orang fasik. Para ulama melarang wanita yang baik, ataupun walinya, menerima lamaran lelaki yang fasik. Karena pernikahan semacam ini tidak sekufu (sepadan) dalam agama Islam.
Ibnu Rusyd mengatakan;
"Ulama madzhab Malikiyah tidak berselisih pendapat bahwa seorang gadis yang dinikahkan ayahnya dengan lelaki peminum khamr atau lelaki fasik secara umum, dia berhak untuk menolak lamaran nikah, sementara hakim menimbang masalah dan memisahkan keduanya. Demikian pula jika dia dinikahkan dengan orang yang hartanya haram atau lelaki yang suka mengancam talak". (Bidayatul Mujtahid, Hal. 404).
Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang seorang wanita yang menerima lamaran dari lelaki peminum khamr, bolehkah walinya menolak lamarannya?
"Jika ada seorang wanita yang bersedia menikah dengan lelaki yang tidak sekufu dalam agama, maka wajib bagi walinya untuk menolaknya, dan tidak boleh merestuinya. Karena wajib bagi wali untuk melakukan yang terbaik. Inilah diantara hikmah bahwa nikah tidak boleh kecuali dengan restu wali. Agar sang anak tidak memilih lelaki yang tidak sekufu dengannya dalam masalah agama. Karena si wanita ditipu sehingga mau menikah dengan lelaki fasik itu". (Fatawa Nur ‘ala Ad-Darb).
KETIGA, ISTRI DAN KELUARGA MAKAN HARTA HARAM
Bagian ini penting untuk anda renungkan. Konsekuensi menikah dengan pegawai bank, berarti siap untuk makan harta haram. Rela untuk berbahagia dengan riba, di atas penderitaan banyak orang.
Dari Ka’ab bin Ujrah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak ada daging yang tumbuh dari as-suht, kecuali neraka lebih layak baginya.” (Hadist Riwayat Turmudzi 614 dan dishahihkan al-Albani).
Dalam riwayat dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma,
“Tidak akan masuk surga, daging yang tumbuh dari as-suht, maka neraka lebih layak baginya.” (Hadist Riwayat Ahmad 14032 dengan sanad jayid sebagaimana keterangan al-Albani).
As-suht : semua harta haram, baik riba, suap, atau lainnya.
Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk bersabar di atas jalan kebenaran.
Wallahu A'lam Bishawab. []
PERTAMA, PEGAWAI BANK ADALAH PEMAKAN RIBA
Bisa dikatakan 99% pengahasilan bank adalah riba. Dengan toleransi 1% sebagai asumsi penghasilan dari biaya administrasi nasabah. Sehingga Anda bisa memastikan, gaji yang diterima pegawai bank, sejatinya adalah uang riba.
Dengan demikian, seorang pagwai bank bisa dipastikan semua harta yang dia miliki adalah harta riba. Dia makan minum dari riba, dia kenyang dengan riba, tidur nyenyak karena riba, dia berpakaian dengan riba, dan dia hidup dengan bergumul riba. Dan tidak lupa ada toleransi 1% yang bukan riba.
Bisa Anda bayangkan, akumulasi dosa riba yang dia kantongi. Tidakkah dia sadar, Allah menantang perang dengan pemakan riba, sebagaimana firman-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba, jika kalian beriman. Jika kalian tidak melaksanakannya maka umumkanlah untuk berperang dengan Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Qur'an, Surat Al-Baqarah, Ayat 278 – 279).
Tidakkah dia sadar bahwa dosa riba lebih kejam dibanding dosa zina? Dari Ibn Handzalah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Satu dirham riba itu lebih berat dari pada berzina dengan 36 wanita pelacur.” (Hadist Riwayat Ahmad dan dishahihkan Syu’aib al-Arnauth) ---> 1 Dirham itu setara dengan Rp.2.963,-
Tidakkah dia sadar, pintu riba yang paling ringan sama dengan memperkosa ibunya? Dari Abdullah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Riba ada 73 pintu, yang paling ringan seperti orang yang berzina dengan ibunya.” (Hadist Riwayat Hakim dan disahihkan ad-Dzahabi dan Syua’ib al-Arnauth).
Bukankah mereka termasuk manusia yang dilaknat? Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, yang mencatat, dan dua saksi” (Hadist Riwayat Muslim).
KEDUA, MENIKAH DENGAN ORANG FASIK
Seorang pegawai bank dengan berbagai pelanggaran di atas, merupakan pelaku dosa besar. Rutinitas dia makan harta riba sudah cukup menjadi alasan mendasar untuk itu. Dengan kata lain, sejatinya seorang pegawai bank adalah orang fasik. Dia pelaku dosa besar dan bahkan itu menjadi bagian penting hidupnya.
Dengan demikian, menikah dengan pagawai bank sama dengan menikah dengan orang fasik. Para ulama melarang wanita yang baik, ataupun walinya, menerima lamaran lelaki yang fasik. Karena pernikahan semacam ini tidak sekufu (sepadan) dalam agama Islam.
Ibnu Rusyd mengatakan;
"Ulama madzhab Malikiyah tidak berselisih pendapat bahwa seorang gadis yang dinikahkan ayahnya dengan lelaki peminum khamr atau lelaki fasik secara umum, dia berhak untuk menolak lamaran nikah, sementara hakim menimbang masalah dan memisahkan keduanya. Demikian pula jika dia dinikahkan dengan orang yang hartanya haram atau lelaki yang suka mengancam talak". (Bidayatul Mujtahid, Hal. 404).
Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang seorang wanita yang menerima lamaran dari lelaki peminum khamr, bolehkah walinya menolak lamarannya?
"Jika ada seorang wanita yang bersedia menikah dengan lelaki yang tidak sekufu dalam agama, maka wajib bagi walinya untuk menolaknya, dan tidak boleh merestuinya. Karena wajib bagi wali untuk melakukan yang terbaik. Inilah diantara hikmah bahwa nikah tidak boleh kecuali dengan restu wali. Agar sang anak tidak memilih lelaki yang tidak sekufu dengannya dalam masalah agama. Karena si wanita ditipu sehingga mau menikah dengan lelaki fasik itu". (Fatawa Nur ‘ala Ad-Darb).
KETIGA, ISTRI DAN KELUARGA MAKAN HARTA HARAM
Bagian ini penting untuk anda renungkan. Konsekuensi menikah dengan pegawai bank, berarti siap untuk makan harta haram. Rela untuk berbahagia dengan riba, di atas penderitaan banyak orang.
Dari Ka’ab bin Ujrah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak ada daging yang tumbuh dari as-suht, kecuali neraka lebih layak baginya.” (Hadist Riwayat Turmudzi 614 dan dishahihkan al-Albani).
Dalam riwayat dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma,
“Tidak akan masuk surga, daging yang tumbuh dari as-suht, maka neraka lebih layak baginya.” (Hadist Riwayat Ahmad 14032 dengan sanad jayid sebagaimana keterangan al-Albani).
As-suht : semua harta haram, baik riba, suap, atau lainnya.
Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita untuk bersabar di atas jalan kebenaran.
Wallahu A'lam Bishawab. []
Comments
Post a Comment