Skip to main content

POTENSI HUTAN GAMBUT UNTUK LAHAN PERTANIAN PANGAN


POTENSI HUTAN GAMBUT UNTUK LAHAN PERTANIAN 
PANGAN

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Bahasa Indonesia





 \
         Cahya Ami Wulandari      ( E14140020)
         Muhammad Kurnia N      ( E14140022)
         Nia Azizah Rizqi              ( E14140044)
         Malta Daerangga             ( E14140057)
         Ratih Novitasari               ( E14140096)



TINGKAT PERSIAPAN BERSAMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015


KATA PENGANTAR


            Puji syukur penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis mendapatkan kelancaran untuk menyusun dan menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Potensi Hutan Gambut untuk Lahan Pertanian Pangan. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Triyanto sebagai dosen responsi dan Ibu Dra. Yenni Apriliani yang telah membimbing dan mengajarkan pengetahuan penulisan makalah yang sesuai aturan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Tentunya dalam penulisan makalah ini ada hal-hal yang ingin penulis bagikan  kepada pembaca untuk menambah pengetahuan mereka terkait efektivitas pemanfaatan lahan untuk pertanian pangan yang saat ini sedang mengalami krisis. Karenanya penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan bagi kita bersama. Selain itu dapat membantu kita untuk lebih mengenal sesuatu yang dekat dengan kita secara sederhana.Sehingga dapat membuat kita menjadi manusia yang lebih berguna dan bermanfaat bagi orang-orang di sekitar kita serta menjadi manusia yang peduli terhadap permasalahan lingkungan seperti krisis lahan pertanian pangan di Indonesia.


                                                                                                Bogor, 04 Juni 2015

Penulis



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR   ....................................................................................         i
DAFTAR ISI.......................................................................................................       ii
BAB I  PENDAHULUAN..................................................................................       1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................        1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................         1
1.3 Tujuan Penelitian …...............................................................................          1
1.4 Manfaat Penulisan ….............................................................................          2
BAB II KERANGKA TEORI .........................................................................          2
BAB III PEMBAHASAN..................................................................................        3
3.1 Pembentukan Hutan Gambut dan Klasifikasi Hutan Gambut di Indonesia ....         3
3.2 Karakteristik Hutan Gambut untuk Pertanian Pangan ..........................              4
3.3 Cara pengelolaan  Hutan Gambut untuk Lahan Pertanian Pangan .......               4

BAB IV PENUTUP .......................................................................................           5
4.1 Kesimpulan...........................................................................................           5
4.2 Saran.....................................................................................................          6
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................            7  



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia dengan luas daratan (tanah/lahan) sekitar 190, 9 juta ha mempunyai lebih dari 17000 pulau, dimana 6000 pulau diantaranya dihuni oleh penduduk. Sumber daya lahan bagi bangsa Indonesia merupakan sumberdaya yang strategis dan berpotensi besar dalam menunjang kehidupan dan kesejahteraan sebagian besar penduduk Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dan permintaan terhadap produk pertanian khususnya permintaan bahan pangan menyebabkan perluasan lahan sawah juga meningkat. Akan tetapi kondisi yang terjadi saat ini lahan pertanian seperti sawah dialih fungsikan menjadi kawasan perumahan dan pembangunan pabrik industri. Hal tersebut menjadi persoalan terhadap ketahanan pangan di Indonesia. Salah satu upaya meminimalisir hal tersebut yaitu melakukan pemanfaatan hutan gambut di bidang pertanian pangan menjadi pilihan yang efektif.
 Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha, yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua (BB Litbang SDLP 2008). Namun karena variabilitas lahan ini sangat tinggi, baik dari segi ketebalan gambut, kematangan maupun kesuburannya, tidak semua lahan gambut layak untuk dijadikan areal pertanian. Sebanyak 18,3 juta ha lahan gambut di pulau-pulau utama Indonesia, hanya sekitar 6 juta ha yang layak untuk pertanian. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis makalah akan membahas mengenai potensi hutan gambut Indonesia untuk lahan pertanian pangan.   
          
1.2   Rumusan Masalah
        1) Bagaimana  proses  pembentukan  gambut  dan  klasifikasi  gambut di Indonesia ?
        2)  Apa  saja  karakteristik  hutan  gambut  yang  pemanfaatannya  sesuai  untuk  lahan  pertanian ?
        3) Bagaimana  cara  pengelolaan   lahan   gambut  menjadi media  tanaman  pangan?

1.3   Tujuan Penulisan
        1)  Menjelaskan   pemebentukan  gambut  dan  klasifikasi  gambut  di  Indonesia
        2) Menjelaskan  karakteristik l ahan gambut yang sesuai untuk lahan pertanian    pangan.
        3) Menjelaskan  cara  pengelolaan lahan  gambut  menjadi  media tanam  tanaman pangan.

1.4   Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Teoritis
            Secara teoritis hasil penelitian ini  dapat memberikan pengetahuan bagi masyarakat  bahwa hutan gambut yang dikenal kurang kandungan unsur-unsur mineral dapat diperdayakan.
 1.4.1 Manfaat Praktis
            Menjadi referensi dan pengetahuan bagi para pembaca untuk dapat mengolah hutan gambut di bidang pertanian sesuai peraturan Undang-Undang yang berlaku.



BAB II
KERANGKA TEORI


Hutan gambut (peat forest) hutam yang tumbuh pada tanah organosol yang memiliki lapisan gambut dengan ketebalan 50 cm atau lebi.Hutan ini umumya terdapat pada daerah yang memiliki tipe iklim A atau B menurut klasifikasi tipe iklim Schmidt dan ferguson (Suhendang 2013). Gambut adalah suatu tipe tanah yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan (akar, batang, cabang, ranting, daun, dan lainnya) dan mempunyai kandungan bahan organik yang sangat tinggi. (Soerianegara I dan Indrawan A 1988).

 Permukaan gambut tampak seperti kerak yang berserabut, kemudian bagian dalam yang lembap berisi tumpukan sisa-sisa tumbuhan, baik itu potongan-potongan kayu besar maupun sisa-sisa tumbuhan lainnya. Suhendang (2013) mengemukakan bahwa gambut dapat diklasifikasikan ke dalam dua bentuk, yaitu :

1.                  Gambur Ombrogen
Bentuk gambut ini umum dijumpai dan banyak ditemukan di daerah dekat pantai dengan kedalaman gambut mencapai 20 m. Air gambut itu sangat asam dan sangat miskin hara (oligotrofik) terutama kalsium karena tidak ada zat hara yang masuk dari sumber lain, sehingga tumbuhan yang hidup pada tanah gambut ombrogen menggunakan zat hara dari gambut dan dari air hujan.

2.                  Gambut Topogen
Bentuk gambut seperti ini tidak sering dijumpai, biasanya terbentuk pada lekukan-lekukan tanah di pantai-pantai (di balik bukit pasir) dan di daerah pedalaman yang drainasenya terhambat. Air gambut ini bersifat sedikit asam dan mengandung zat hara agak banyak (mesotrofik). Tumbuhan-tumbuhan yang hidup pada tanah gambut topogen masih mendapatkan zat hara dari tanah mineral, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan.



BAB III
PEMBAHASAN


3.1    Pembentukan Hutan Gambut dan Klasifikasi Gambut di Indonesia

Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno 1986). 

Proses pembentukan gambut dimulai dari adanya danau dangkal yang secara perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Tanaman 4yang mati dan melapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi lapisan transisi antara lapisan gambut dengan substratum (lapisan di bawahnya) berupa tanah mineral. Tanaman berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal ini dan secara membentuk lapisan-lapisan gambut sehingga danau tersebut menjadi penuh. Bagian gambut yang tumbuh mengisi danau dangkal tersebut disebut dengan gambut topogen karena proses pembentukannya disebabkan oleh topografi daerah cekungan.

Gambut topogen biasanya relatif subur (eutrofik) karena adanya pengaruh tanah mineral. Bahkan pada waktu tertentu, misalnya jika ada banjir besar, terjadi pengkayaan mineral yang menambah kesuburan gambut tersebut. Tanaman tertentu masih dapat tumbuh subur di atas gambut topogen. Hasil pelapukannya membentuk lapisan gambut baru yang lama kelamaan memberntuk kubah (dome) gambut yang permukaannya. Gambut yang tumbuh di atas gambut topogen dikenal dengan gambut ombrogen, yang pembentukannya ditentukan oleh air hujan. Gambut ombrogen lebih rendah kesuburannya dibandingkan dengan gambut topogen karena hampir tidak ada pengkayaan mineral (Hardjowigeno 1986).

Gambut di Indonesia sebagian besar tergolong gambut mesotrofik dan oligotrofik (Radjagukguk 1997). Gambut mesotrofik adalah gambut yang agak subur karena memiliki kandungan mineral dan basa-basa sedang. Gambut oligotrofik adalah gambut yang tidak subur karena miskin mineral dan basa-basa sedang.

3.2         Karakteristik Hutan Gambut

Karakteristik gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk pertanian pangan meliputi kadar air, berat isi (bulk density, BD), daya menahan beban (bearing capacity), subsiden (penurunan permukaan), dan  mengering tidak balik (irriversible drying). Kadar air tanah gambut berkisar antara 100 – 1.300% dari berat keringnya (Mutalib et al 1991). Artinya gambut mampu menyerap air sampai 13 kali bobotnya. Kadar air yang tinggi menyebabkan BD menjadi rendah, gambut menjadi lembek dan daya menahan bebannya rendah (Widjaja-Adhi 1988). BD tanah gambut lapisan atas bervariasi antara 0,1 sampai 0,2 g cm-3 tergantung pada tingkat dekomposisinya.

Gambut fibrik yang umumnya berada di lapisan bawah memiliki BD lebih rendah dari 0,1 g/cm3, tapi gambut pantai dan gambut di jalur aliran sungai bisa memiliki BD > 0,2 g cm-3 karena adanya pengaruh tanah mineral (Tie and Lim 1991).  Sifat fisik tanah gambut lainnya adalah sifat mengering tidak balik. Gambut yang telah mengering, dengan kadar air <100% (berdasarkan berat), tidak bisa menyerap air lagi kalau dibasahi. Gambut yang mengering ini sifatnya sama dengan kayu kering yang mudah hanyut dibawa aliran air dan mudah terbakar dalam keadaan kering (Widjaja-Adhi 1988). Gambut yang terbakar menghasilkan energi panas yang lebih besar dari kayu/arang terbakar. Gambut yang terbakar juga sulit dipadamkan dan apinya bisa merambat di bawah permukaan sehingga kebakaran lahan bisa meluas tidak terkendali.

3.3 Pengelolaan Lahan Gambut Menjadi Lahan Pertanian Pangan

Lahan gambut yang dapat dimanfaatkan untuk lahan pertanian  pangan disarankan pada gambut dangkal dangkal (< 100 cm). Dasar pertimbangannya adalah gambut dangkal memiliki tingkat kesuburan relatif lebih tinggi ( Djainudin et al 2003). Namun, tidak semua lahan gambut dangkal dapat dijadikan sebagai lahan pertanian pangan jika tidak dikelola terlebih dahulu. Pengelolaan lahan gambut dapat dilakukan dengan berbagai cara, pertama teknologi pengelolaan air. Pembuatan drainase bertujuan untuk membuang kelebihan air dan menciptakan keadaan tidak jenuh untuk pernapasan akar tanaman. Walaupun drainase penting untuk pertumbuhan tanaman, namun semakin dalam saluran drainase akan semakin cepat laju turunnya permukaan  dan dekomposisi (pembusukan) gambut.

Kedua pengelolaan kesuburan tanah, tanah gambut yang bersifat asam memerlukan upaya ameliorasi yaitu upaya peningkatan pH sehingga memperbaiki media perakaran tanaman. Upaya ameliorasi dapat dilakukan dengan penambahan kapur, tanah mineral, pupuk kandang, dan abu sisa pembakaran. Karena keterbatasan akses dan kemampuan untuk mendapatkan pupuk dan bahan amelioran, maka untuk meningkatkan kesuburan tanah, petani membakar sebagian lapisan gambut kering sebelum bertanam. Upaya ini diyakini dapat meningkatkan efisiensi pupuk P, meningkatkan kadar hara makro/mikro tanah, dan meningkatkan tingkat kebasaan tanah. Praktek ini dapat ditemukan di kalangan petani yang menanam sayuran dan tanaman pangan secara tradisional di berbagai tempat di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, dan Jambi (Suastika 2004).

Tanaman pangan yang mampu beradaptasi di lahan gambut yang sudah dikelola dengan baik antara lain padi, jagung, kedelai, ubi kayu, kacang panjang dan berbagai jenis sayuran. Untuk tanaman perkebunan yang mampu beradaptasi di lahan gambut yaitu karet, kelapa sawit, sagu, dan nipah. Jika lahan gambut digunakan untuk perkebunan sagu atau nipah, pembuatan saluran drainase tidak diperlukan karena kedua jenis tanaman ini merupakan tanaman rawa yang toleran terhadap genangan. Sagu dapat menjadi alternatif tanaman sumber karbohidrat selain beras. Tanaman nipah menghasilkan nira, bahan baku gula dengan rendemen tinggi dan kualitas yang tidak kalah dibandingkan gula aren (Djainudin et al 2003).



                  
BAB IV
PENUTUP



3.1 Kesimpulan
            Hutan gambut yang dikenal rendah akan unsur hara memiliki potensi untuk mengatasi krisis lahan. Salah satu peranan hutan tersebut yaitu menjadi lahan pertanian pangan. Hal tersebut dapat dijadikan peluang bagi Indonesia untuk menstabilkan krisis lahan yang dapat mengancam ketahanan pangan Indonesia.

3.2 Saran
Penyelesaian permasalahan krisis lahan pangan di Indonesia tidak hanya kewajiban pemerintah, tetapi menjadi hal yang perlu mendapat dukungan serta peranan dari kalangan mahasiswa melalui penelitian dan perencanaan seperti ilmu Manajemen Hutan. Salah satu partisipasi yang dapat diterapkan dari mahasiswa ilmu Manajemen Hutan yaitu penelitian, mengikuti pelatihan perencanaan, pengelolaan hutan gambut menjadi media pertanian pangan. Mahasiswa yang tidak mengenyam ilmu Manajemen Hutan juga dapat berpartisipasi melalui pencarian informasi pengelolaan, pemanfaatan lahan yang daya hara rendah menjadi lahan produktif  melalui skripsi-skripsi, mengikuti seminar, maupun hasil penelitian orang lain.




DAFTAR PUSTAKA


Arief A.1994. Hutan Hakekat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia.

BB Litbang SDLP (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 2008. Laporan tahunan 2008, Konsorsium penelitian dan pengembangan perubahan iklim pada sektor pertanian. Balai Pesar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor (ID).

Djainudin D, Marwan H, Subagjo H,  Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah.

Hardjowigeno S. 1986. Sumber daya fisik wilayah dan tata guna lahan: Histosol. Bogor (ID). Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Indriyanto.2006. Ekologi Hutan. Jakarta (ID): PT. Bumi Aksara.

Kusmana, Istomo.1995. Ekologi Hutan : Fakultas Kehutanan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mutalib A, Aa Lim JS, Wong MH and Konvai L. 1991. Characterization, distribution and utilization of peat in Malaysia. Proc. International Symposium on tropical peatland. 6-10 May 1991, Kuching, Serawak, Malaysia .

Radjagukguk B. 1997. Peat soil of Indonesia: Location, classification, and problem for sustainability. In: Rieley and Page (Eds.). pp. 45-54. Biodiversity and sustainability of tropical peat and peatland. Samara Publishing Ltd. Cardigan. United Kingdom (UK).

Suastika IW. 2004. Efektivitas amelioran tanah mineral berpirit yang telah diturunkan kadar sulfatnya pada peningkatan produktivitas tanah gambut. [Tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Suhendang E.2013.Pengantar Ilmu Kehutanan. Bogor (ID): IPB Press.

Soerianegara I, Indrawan, A.1988. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor(ID) : Laboratorium Ekologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Tie, Y.L. and J.S. Lim. 1991. Characteristics and classification of organic soils inMalaysia. Proc. International Symposium on tropical peatland. 6-10 May 1991,Kuching, Serawak, Malaysia .
                                          Widjaja-Adhi I PG.1988. Physical and chemical characteristic of peat soil of Indonesia. Ind. Agric. Res. Dev. J. 10:59-64. 




Comments

Popular posts from this blog

SOAL ESSAY BIOLOGI TENTANG SEL

SOAL ESSAY BIOLOGI 1. Jelaskan definisi sel menurut anda! Sel adalah bagian struktural dan fungsional dari setiap organisme. Beberapa organisme, misalnya bakteri, merupakan uniseluler, yaitu terdiri dari hanya satu sel saja. Beragam organisme lainnya, misalnya manusia, adalah multiseluler (manusia diperkirakan memiliki 100.000 miliar sel dalam tubuhnya). Teori tentang sel yang pertama kali dikemukakan pada abad ke-19 menyatakan bahwa semua organisme tersusun atas satu atau lebih sel. Setiap sel berasal dari sebuah sel lainnya. Seluruh fungsi vital bagi organisme terjadi di dalam sel dan sel-sel tersebut mengandung informasi genetik yang dibutuhkan untuk mengatur fungsi sel dan memindahkan informasi kepada sel-sel generasi berikutnya. Kata “sel” berasal dari kata dalam bahasa Latin cella , yang artinya adalah ruang kecil. Nama ini dipilih oleh Robert Hooke karena ia melihat adanya kesamaan antara sebuah sel dan sebuah ruangan kecil. Set

SOAL-SOAL ESSAY BIOLOGI TENTANG SISTEM PENCERNAAN

1.   Jelaskan perbedaan antara pencernaan mekanis dengan pencernaan kimiawi? Kalau secara mekanis dilakukan oleh gigi-gigi di dalam mulut sedangkan secara kimiawi    dilakukan oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh saluran pencernaan. 2. Apakah manfaat dari makanan berserat dan apa yang terjadi jika kekurangan serat? Makanan berserat dapat mencegah kegemukan dan meningkatnya kolesterol darah, menyerap racun di usus, memudahkan buang air besar dan juga member rasa kenyang. Kekurangan serat dapat menimbulkan sembelit dan kanker usus . 3. Apakah fungsi dari Enzim Ptialin sebutkan contohnya? Enzim ptialin berfungsi mengubah zat tepung (amilum) menjadi gula yaitu maltose dan glukosa. Contohnya jika kalian membiarkan nasi di dalam mulut yang mula-mula terasa tawar, beberapa saat kemudian akan terasa manis. 4. Sebutkan beberapa gangguan dan kelainan pada system pencernaan makanan?       Diare atau mencret adalah gangguan penyerapan air di usus besar sehingga a

PERBEDAAN ANTARA CURAHAN TENAGA KERJA DAN HARI ORANG KERJA (HOK)

Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan dalam hari orang kerja (HOK). Satuan ukuran yang dipergunakan untuk menghitung besarnya tenaga kerja adalah satu HOK atau sama dengan satu hari kerja pria (HKP), yaitu jumlah kerja yang dicurahkan untuk seluruh proses pruduksi yang diukur dengan ukuran kerja pria. Untuk meyetarakan, dilakukan konversi berdasarkan upah di daerah penelitian. Hasil konversinya adalah satu hari pria dinilai sebagai satu hari kerja pria (HKP) dengan delapan jam kerja efektif per hari. (Rahim dan Dian, 2008) Universitas Sumatera Utara Satuan yang sering dipakai dalam perhitungan kebutuhan tenaga keraj adalah HKO (hari kerja orang) dan JKO (jam kerja orang). Pemakaian HKO ada kelemahanya karena masing-masing daerah berlainan (1 HKO di daerah B belum tentu sama dengan 1 HKO di daerah A) bila dihitung jam kerjanya. Sering kali dijumpai upah borongan yang sulit dihitung, baik HKO maupun JKO-nya (Surati