Menurut
Gray (1973, dalam Seyhan,1990), intersepsi tajuk merupakan bagian presipitasi
yang tetap pada permukaan vegetasi. Sedangkan menurut Lee (1990), intersepsi
tajuk juga memiliki pengertian sebagai bagian presipitasi yang tidak mencapai
lantai hutan dan secara kualitatif dan merupakan perbedaan antara presipitasi
dengan jumlah aliran batang dan lolosan tajuk. Lee (1990) juga menyatakan
bahwa, intersepsi tajuk adalah fraksi presipitasi yang dievaporasikan dari
permukaan-permukaan luar tanaman dan selama proses evaporasi udara di sekitar
tajuk menjadi lembab, dan energi yang dikonsumsi tidak tersedia untuk
transpirasi.
Selanjutnya
Lee (1990) memaparkan, intersepsi terbesar berada di dekat batang-batang pohon
di mana luas permukaan total daun-daun dan cabang-cabang adalah terbesar, dan paling
kecil berada di dekat tepi-tepi tajuk. Intersepsi tajuk juga sangat penting
secara hidrolik, karena intersepsi tersebut dapat memodifikasi neraca air, dan
menaikkan kehilangan penguapan (evaporization) total dan mengurangi aliran
sungai. Hujan yang jatuh di atas tegakan
pohon sebagian akan melekat pada tajuk, daun maupun batang, bagian ini disebut
tampungan atau simpanan intersepsi yang akhirnya segera menguap (Suryatmojo, 2006).
Selanjutnya,
Suryatmojo (2006) juga menyatakan
bahwa, besar kecilnya intersepsi dipengaruhi oleh sifat hujan (terutama
intensitas hujan dan lama hujan), kecepatan angin, dan jenis pohon (kerapatan
tajuk dan bentuk tajuk). Intersepsi
merupakan faktor penting dalam daur hidrologi karena berkurangnya air hujan
yang sampai di permukaan tanah oleh adanya proses intersepsi adalah cukup besar
(Asdak, 2002). Selanjutnya menurut Asdak (2002), dari keseluruhan
evapotranspirasi, besarnya intersepsi bervariasi, yaitu antara 35% hingga 75 %.
Sementara menurut Bruijnzeel (1990, dalam Asdak, 2002) besarnya intersepsi di
hutan hujan tropis berkisar antara 10% hingga 35 % dari curah hujan total.
Skema Infiltrasi Tajuk |
Menurut
Arsyad (2006), aliran batang merupakan air hujan yang jatuh di permukaan daun,
cabang, dan batang, kemudian mengalir melalui batang menuju permukaan tanah.
Selanjutnya Seyhan (1990) mendefinisikan aliran batang sebagai bagian
presipitasi yang mencapai tanah dengan mengalir ke bawah melalui batang.
Kemudian, Seyhan (1990) menyatakan bahwa, aliran batang secara ekologi dianggap
penting sebab aliran ini diserap oleh tanah dari zona perakaran primer pada
dasar pohon, selain itu volume aliran batang dapat dinyatakan sebagai suatu
persentase presipitasi musiman atau tahunan untuk pembanding-pembanding hutan
yang tumbuh pada iklim-iklim yang berlainan. Besar kecilnya aliran batang
sangat dipengaruhi oleh struktur batang dan kekasaran kulit batang pohon
(Suryatmojo, 2006). Sebagaimana dikemukakan oleh Lee (1990), aliran batang
secara konsisten lebih besar untuk pohon-pohon yang mempunyai kulit yang lebih
rata (bertekstur halus). Hal ini juga dinyatakan oleh Rushayati (1999), aliran
batang adalah air yang mengalir lolos ke bawah melalui batang, untuk batang
yang licin aliran batang cepat. Sedangkan pada kulit batang yang kasar dan
merekah aliran batang lambat.
Lolosan
tajuk adalah bagian presipitasi yang mencapai lantai hutan secara langsung atau
dengan penetesan dari daun, ranting, dan cabang. Secara kuantitatif lolosan
tajuk merupakan perbedaan antara presipitasi dan penjumlahan intersepsi tajuk
dan aliran batang (Lee, 1990). Menurut Seyhan (1990) yang disebut sebagai lolosan
tajuk atau through fall adalah sebagian air dari presipitasi yang mencapai
tanah secara langsung atau biasa disebut juga sebagai air tembus.
Menurut
Suryatmojo (2006), lolosan tajuk dalam lingkup hidrologi hutan didefinisikan
sebagai air hujan yang jatuh di atas tajuk hutan yang jatuh langsung di lantai
hutan melalui sela-sela tajuk. Selanjutnya Lee (1990) memaparkan, lolosan tajuk
terbesar berada pada bagian dekat tepi tajuk, atau pada bukaan-bukaan tajuk
yang kecil. Sedangkan lolosan tajuk yang terkecil berada pada bagian tajuk yang
dekat dengan batang pohon. Asdak (2002) mengemukakan bahwa, besarnya air
lolosan tajuk dapat diperoleh dengan cara memasang alat penampung air hujan di
bawah pohon yang ditempatkan secara acak, kemudian besarnya air lolos (through
fall) dapat diketahui dengan cara mengukur volume air yang tertampung tersebut
dibagi dengan luas penampang alat pengukur.
DAFTAR
PUSTAKA
Arsyad S.
2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Asdak C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University
Press.
Rushayati S. B. 1999. Pengaruh Hutan Terhadap Tanah
dan Tata Air. Jakarta
(ID) : Perum Perhutani dan Fakultas Kehutanan IPB.
Seyhan E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta (ID) : Gajah
Mada University Press.
Suryatmojo H. 2006. Konsep Dasar Hidrologi Hutan.
Website: http://mayong.staff.ugm.ac.id/site/?page_id=117. Diakses pada Tanggal 14-03-2010
jam 21.37 WIB.
Comments
Post a Comment