Perlakuan Pendahuluan Benih
Perlakuan awal atau pendahuluan merupakan istilah yang
digunakan untuk kondisi
atau proses yang diterapkan pada pematahan dormansi untuk perkecambahan, sementara
perlakuan digunakan dalam aplikasi pestisida untuk mengendalikan hama dan
penyakit. Tujuan perlakuan awal adalah untuk
menjamin bahwa benih akan berkecambah, dan bahwa
perkecambahan berlangsung
cepat dan seragam. Metode perlakuan awal sering harus disesuaikan dengan
individu jenis dan lot benih berdasarkan pengalaman dan percobaan-percobaan.
Perlakuan awal umumnya dilakukan sesaat sebelum penaburan misalnya
setelah penyimpanan karena dormansi umumnya
memperpanjang daya simpan (Schmidth 2002).
1. Pengeringan benih
Dalam hal pengeringan, terdapat dua hal yang harus
diperhatikan yaitu proses
penurunan kadar air benih yang sudah masak dan peningkatan pemasakan buah untuk buah
tua yang belum masak. Oleh karena itu untuk
benih yang diunduh tetapi belum masak, harus dilakukan
pemeraman terlebih dahulu
(Sutopo 2004). Mugnisjah dan Setiawan (1990), mengemukakan bahwa kadar air yang
terlalu tinggi pada benih dapat menyebabkan memanas karena respirasi dan
berbagai cendawan dapat tumbuh. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjamin
agar benih yang dipanen memiliki kadar air yang aman sebelum disimpan. Pengeringan benih
mencakup dua proses yaitu pengalihan kelembaban dari permukaan benih ke
udara sekeliling benih dan pemindahan air dari bagian dalam benih ke
permukaan benih. Pengalihan air dari permukaan benih ke udara sekitarnya
semata-mata merupakan suatu fungsi dari perbedaan tekanan uap antara
permukaan benih dan udara sekelilingnya. Dengan kata lain makin basah
permukaan benih dan makin kering udara sekeliling, makin cepat pergerakan air
dari permukaan benih ke udara sekelilingnya (Byrd 1968).
Menurut Mugnisjah dan Setiawan (1990), pengeringan
benih biasanya dilakukan
sebelum pembersihan benih. Pengeringan dengan panas buatan, baik yang menggunakan
elemen listrik baik yang menggunakan minyak tanah dapat menggantikan panas
matahari. Pengeringan sampai kadar air yang aman bagi penyimpanan
sebaiknya dilakukan sesegera mungkin setelah benih dipanen. Pengeringan
hendaknya tidak terlalu cepat karena dapat
menyebabkan selaput benih mengeras dan memerangkap
kelembaban di dalam
benih, oleh karena itu suhu hendaknya dikendalikan dengan seksama. Benih-benih yang
dikeringkan adalah benih yang termasuk ke dalam jenis ortodoks.
Pengeringan benih dilakukan sebagai upaya untuk menurunkan kadar air. Untuk
benih-benih rekalsitran, maka tidak diperlukan proses pengeringan. Hal ini
dengan landasan bahwa benih rekalsitran apabila diturunkan kadar airnya
akan mengakibatkan embrio menjadi mati, sehingga benih menjadi tidak
berkecambah (Sutopo 2004). Selanjutnya dikemukakan bahwa teknik yang
direkomendasikan adalah dengan menjemur di bawah sinar matahari,
dikeringudarakan (diangin-anginkan) atau dengan cara pengkondisian pada suhu
tertentu di suatu ruangan.
2 Perendaman benih
2.1 Perendaman dengan air
Menurut Sutopo (2004) mengatakan bahwa beberapa jenis
benih terkadang
diberi perlakuan perendaman dalam air dengan tujuan memudahkan penyerapan
air oleh benih. Dengan demikian kulit benih yang menghalangi penyerapan
air menjadi lisis dan melemah. Selain itu juga digunakan untuk
pencucian benih sehingga benih terbebas dari patogen yang menghambat perkecambahan
benih. Menurut
Schmidth (2002), air panas mematahkan dormansi fisik pada Leguminoseae melalui
tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan
macrosclereid atau merusak tutup strophiolar. Metode
ini paling efektif apabila
benih direndam dalam air panas bukan dimasak dengan air panas. Pencelupan sesaat juga
lebih baik dilakukan untuk mencegah kerusakan embrio. Cara yang umum
dilakukan adalah dengan menuangkan benih
dalam air yang mendidih dan membiarkannya untuk
mendingin dan menyerap
air selama 12-24 jam. Pada
beberapa jenis Akasia dari Australia lebih baik bila diberi perlakuan di bawah titik
didih, perlakuan selama 1 menit dalam air 90ºC disarankan untuk
jenis-jenis Acacia coriaceae, A pachicarpa dan A pendula (ATSC 1995 diacu dalam
Schmidth 2002). Umumnya benih kering yang
yang masak atau yang kulit bijinya relatif tebal,
toleran terhadap perendaman
sesaat dalam air mendidih.
Perendaman Biji Sengon Menggunakan Air. Sumber : Google.com |
2.2 Perendaman dengan H2SO4
Menurut Sutopo (2004) mengatakan bahwa perlakuan dengan menggunakan bahan kimia
sering digunakan untuk memecah dormansi pada
benih. Tujuannya adalah menjadikan kulit benih atau
biji menjadi lebih mudah
untuk dimasuki air pada proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti H2SO4 sering digunakan dengan
konsentrasi yang bervariasi sampai pekat
tergantung jenis benih yang diperlakukan, sehingga
kulit biji menjadi lunak. Disamping
itu pula larutan kimia yang digunakan dapat pula membunuh cendawan atau bakteri
yang dapat membuat benih dorman. Sadjad et al. (1975) menyatakan bahwa
perlakuan kimia (biasanya asam kuat) yang
digunakan dapat membebaskan koloid hidrofil sehingga
tekanan imbibisi meningkat
dan akan meningkatkan metabolisme benih. Sagala (1991) diacu dalam Rozi (2003)
mengatakan bahwa perlakuan dengan menggunakan H2SO4 pada benih biasanya
bertujuan untuk merusak kulit benih, akan tetapi apabila terlalu
berlebihan dalam hal konsentrasi atau lama waktu perlakuan dapat menyebabkan
kerusakan pada embrio. Dalam hal ini benih tersebut akan rusak dan tidak
dapat tumbuh.
Menurut Sadjad et al. (1975) perlakuan kimia
seperti H2SO4 pada prinsipnya adalah
membuang lapisan lignin pada kulit biji yang keras dan tebal sehingga biji
kehilangan lapisan yang permiabel terhadap gas dan air sehingga metabolisme
dapat berjalan dengan baik. Achmad et al. (1992) mengatakan bahwa
perlakuan pendahuluan untuk benih Cendana (Satalum album) adalah dengan perendaman dalam larutan H2SO4 pekat selama 50-60 menit. Muharni (2002)
dalam Rozi (2003) dalam penelitiannya mengatakan bahwa larutan H2SO4 memberikan pengaruh yang
paling baik terhadap benih
dan pertumbuhan semai Kayu Kuku.
Hasil penelitian tentang penggunaan larutan H2SO4 untuk pematahan dormansi kulit dapat
digambarkan pada Jati (Tectona grandis Linn. F.). Penelitian Rinto Hidayat
(2005) tentang pematahan dormansi Jati dengan perendaman dalam larutan
Accu Zurr 10% selama 0, 5, 6, 7, 8, dan 9 menit. Perendaman dalam larutan
Accu Zurr selama 9 menit memberikan pengaruh yang sangat nyata
terhadap daya kecambah, nilai perkecamahan, dan kecepatan tumbuh benih
jati.
2.3 Perendaman dengan KNO3
Potassium Nitrat (KNO3) merupakan salah satu perangsang perkecambahan yang
sering digunakan. KNO3 digunakan baik dalam hubungannya dengan
pengujian (ISTA 1996 diacu dalam Schmidth 2002) dan dalam operasional
perbanyakan tanaman. Menurut Hartmann et al. (1997) diacu dalam
Schmidth (2002), peran fisiologis dari KNO3 tidak jelas. KNO3 mempunyai pengaruh yang kuat terhadap persentase
perkecambahan dan
vigor pada perlakuan pendahuluan asam benih Acacia nilotica (Palani Te al. 1995 diacu dalam Schmidth 2002). Pada konsentrasi 1%
perkecambahan meningkat
dari 37% (kontrol) menjadi 79% dan pada konsentrasi 2% meningkat menjadi 85%.
Pada Casuariana equiaetifolia perkecambahan meningkat dari 46% dalam
kontrol menjadi 65% setelah perendaman dalam
1,5% KNO3 selama 36 jam. Pada percobaan ini, konsentrasi tertinggi dan terendah dan lamanya
waktu perendaman yang sangat singkat
memperlihatkan perkecambahan yang sangat rendah
(Maideen et al. 1990
diacu dalam Schmidth 2002).
2.4 Perendaman dengan air dari hasil fermentasi rebung
Rebung adalah tunas muda dari tanaman bambu yang tumbuh dari akar tanaman bambu. Bambu yang
mempunyai nama lain seperti Buluh, Aur,
atau Eru merupakan tanaman famili Poaceae jenis rumput-rumputan yang mempunyai batang
berongga dan beruas-ruas yang memiliki banyak jenis dan memberikan
manfaat pada penduduk di Indonesia maupun di Asia.
Selain itu saat ini Rebung sudah dapat diolah untuk berbagai bahan
makanan awetan.
Dengan teknologi telah berhasil membuat makanan olahan berbahan dasar Rebung salah
satunya Cuka Rebung. Rebung memiliki kandungan, Karbohidrat, Protein dan
12 Asam Amino Esensial yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Dengan
mengkonsumsi Rebung secara teratur merupakan satu tindakan preventif untuk
menghambat berbagai jenis penyakit termasuk
kanker (Anonim 2008).
Menurut Widjaja et al. (1994) komponen utama
Rebung mentah adalah
air yang dapat mencapai sekitar 91%. Selain itu Rebung mengandung protein, karbohidrat,
lemak, vitamin A, tiamin, riboflavin, asam askorbat, serta unsur-unsur
mineral seperti kalsium, fosfor, besi, dan kalium dalam jumlah yang kecil.
Beberapa jenis Rebung mengandung senyawa toksik sianida dalam bentuk
glukosida. Apabila senyawa ini bereaksi dengan air akan terbentuk sianida.
Selain itu Rebung diduga mengandung giberelin yang berperan utama
dalam proses awal perkecambahan melalui aktivitas enzim pengangkutan
cadangan makanan. Selanjutnya dikemukakan bahwa teknik yang
direkomendasikan dalam menghasilkan air hasil fermentasi Rebung adalah dengan
mengambil air sari dari Rebung yang didiamkan selama 3 hari.
3. Perkecambahan benih
Perkecambahan didefinisikan sebagai mekar dan
berkembangnya struktur-struktur
penting dari embrio benih yang menunjukkan
kemampuannya untuk menghasilkan tanaman normal pada
keadaan yang menguntungkan.
Adapun fase-fase perkecambahan (Byrd 1968) :
1) Imbibisi
Kandungan air benih minimum pada saat perkecambahan berlangsung disebut
taraf kandungan air kritik. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju
penyerapan air yaitu: permeabilitas dari kulit benih terhadap air,
temperatur, luas permukaan benih yang berhubungan dengan air, jenis benih,
kemasakan benih, umur benih dan susunan kimia.
2) Perombakan
Hampir seluruh simpanan bahan makanan yang terdapat
dalam benih yang
kering ada dalam bentuk yang tidak larut dan tidak mobil. Agar simpanan makanan ini
dapat dialihkan ke titik tumbuh dari poros embrio, maka harus diuraikan
menjadi bentuk yang larut dan mobil melalui satu proses yang disebut
perombakan.
3) Mobilitas dan pengangkutan zat makanan
Mobilitas dan pengangkutan zat makanan merupakan suatu
proses pengangkutan
cadangan makanan yang sudah dirombak, dari sel-sel penyimpanan ke titik
tumbuh pada poros embrio.
4) Asimilasi
Estela zat makanan yang sudah dirombak sampai pada
titik tumbuh, maka
zat itu harus ditransformasikan menjadi senyawa hidup (protoplasma) sebelum zat itu dapat
digunakan dalam proses pertumbuhan. Transformasi ini disebut asimilasi.
5) Respirasi
Dalam proses ini sel mengambil oksigen dari udara atau
air dan mempergunakannya
dalam oksidasi sehingga dihasilkan energi dalam bentuk panas. Dalam
benih yang sedang berkecambah karbohidrat atau substrat lain dioksidasi
untuk produksi energi. Jumlah oksigen yang
diperlukan untuk respirasi bergantung pada macam
substrat yang sedang dioksidasi.
6) Pertumbuhan
Pertumbuhan pada benih yang sedang berkecambah, diawali
baik berupa
perpanjangan sel dan maupun pembelahan sel.
Bagian embrio tempat pertumbuhan
pertama terjadi kelihatannya berlainan dari spesies ke spesies.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
18 Januari 2002. Pohon Nasional Filipina itu Bernama Sonokembang. Sinar harapan.4169.
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0207/24/ipt03.html. [2 Juni 2008].
Byrd
HW. 1968. Pedoman Teknologi Benih. Hamidin E, penerjemah. Jakarta (ID) : PT
Pembimbing Masa. Terjemahan dari: Seed Technology Handbook.
Rozi
F. 2003. Pengaruh perlakuan pendahuluan dengan peretakan, perendaman air (H2O2), asam sulfat (H2SO4), dan
hormon giberelin (GA3) terhadap viabilitas
benih Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl) [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas
kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Sadjad
S, Endang M, Satriyas I. 1999. Parameter Pengujian Virgor Benih dari Komperatif ke Simulatif.
Jakarta (ID) : PT
Grasindo dan PT Sang Hyang Seri.
Schmidth
L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Subtropis.
Jakarta (ID):
Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan.
Widjaja
EA, Mein AR, Bambang S, Dodi N. 1994. Strategi Penelitian Bambu Indonesia.
Bogor (ID):
Yayasan Bambu Lingkungan Lestari.
Comments
Post a Comment