Skip to main content

PERENCANAAN PRODUKSI TEBANGAN


Menurut PERMENHUT (2014), sistem silvikultur adalah rangkaian kegiatan sejak tahap permudaan, pemeliharaan, dan pemungutan hasil yang dirancang secara sistematis dan dipraktikkan secara langsung pada suatu tegakan sepanjang siklus hidupnya guna menjamin kelestarian produksi kayu atau hasil hutan lainnya. Sistem silvikultur pada tegakan tidak seumur dilakukan melalui tebang pilih (a) individu sebagaimana yang dimaksud yaitu Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), (b) kelompok sebagaimana yang dimaksud yaitu Tebang Rumpang, dan (c) jalur sebagaimana yang di maksud yaitu Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) dan Tebang Jalur Tanam Indonesia (TJTI).
Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) adalah serangkaian kegiatan mulai dari penanaman, pemeliharaan dan penebangan yang dilakukan secara berencana terhadap tegakan tidak seumur untuk memacu pertumbuhan sesuai dengan keadaan hutan dan tapaknya dengan tujuan terbentuknya tegakan hutan yang lestari. Penebangan dilakukan secara tebang pilih individu dengan limit diameter (PERMENHUT 2015). Pembagian sistem silvikultur TPTI ke dalam dua jenis hutan yaitu HPT (Hutan Produksi Terbatas) dan HP+HPK (Hutan Produksi + Hutan Produksi Konversi) adalah agar keberlangsungan sistem silvikultur berjalan dengan baik. Tujuan dari hal tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh komposisi jenis pohon dalam hutan yang diharapkan dapat lebih menguntungkan baik ditinjau daari segi ekonomi maupun ekologi.
2. Pengaturan silvikultur atau kerapatan tegakan yang optimal dalam hutan diharapkan dapat memberikan peningkatan potensi prroduksi kayu bulat dari keadaan sebelumnya.
3. Terjaminnya fungsi hutan dalam rangka pengawetan tanah dan air.

Dasar-dasar yang dipakai dalam pembagian jenis hutan pada TPTI adalah: Batas diameter minimum tebangan Rotasi tebang Adanya pohon inti (pohon yang akan membentuk tegakan utama pada rotasi tebang berikutnya) Adanya penanaman pengayaan Pencegahan erosi dan pengamanan hutan.  Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) adalah serangkaian kegiatan mulai dari penanaman, pemeliharaan dan penebanga yang dilakukan secara berencana terhadap tegakan tidak seumur untuk memacu pertumbuhan sesuai dengan keadaan hutan dan tapaknya dengan tujuan terbentuknya tegakan hutan yang lestari. Penanaman dilakukan secara jalur (PERMENHUT 2015). Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB) diterapkan pada hutan alam dan hutan bekas tebangan atau logged over area. Sistem THPB biasa diterapkan pada pengelolaan tegakan seumur.
Menurut KEMENHUT (2003), pembagian jenis kayu dibagi menjadi 3 kelas yaitu kayu komersil 1 yaitu jenis meranti, kayu komersil 2 yaitu jenis rimba campuran, serta kayu komersil 3 yaitu jenis kayu indah. Pembagian kelas kayu ke dalam 3 kelompok yaitu Kayu Indah, Meranti, dan Rimba Campuran didasarkan pada sifat dan jenis kayunya. Sifat kayu yang termasuk dalam pembagian kelompok ini adalah strukur kayu, bentuk dan kegunaan kayu misalnya menahan tarikan, menahan tekanan, dan menahan lenturan. Perbedaan sifat dari berbagai jenis kayu disebabkan oleh susunan sel-sel di dalam kayu. Lembaga Pusat Penyelidikan Kehutanan telah menyusun daftar kayu Indonesia yang terdiri dari 90 jenis kayu penting di Indonesia yang terdiri dari susunan sel-sel dan sel-sel tersebut terdiri dari susunan selulosa yang diikat dan disatukan oleh lignin. Perbedaan sifat dan jenis kayu ini akan berpengaruh pada nilai ekonomi perdagangannya yang kemudian akan memengaruhi pembayaran dana reboisasinya.
Berdasarkan PERMENHUT (2014), terdapat batasan/limit diameter pada tegakan tidak seumur, selain itu juga ditetapkan siklus tebang (produksi) hutan alam berdasarkan diameter pohonnya. Aturan tersebut tertera pada pasal 8 ayat 3 yang berbunyi: Pada hutan daratan tanah kering TPTI, TPTJ, dan TJTI dengan, a) siklus 30 (tiga puluh) tahun untuk diameter ≥ 40 cm pada hutan produksi biasa (HP) dan atau hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) dan diameter ≥ 50 cm pada hutan produksi terbatas (HPT) dengan sistem silvikultur TPTI atau TR; b) siklus 25 (dua puluh lima) tahun untuk sistem TPTJ pada jalur tanam selebar 3 (tiga) meter dilakukan tebang habis, dan di jalur antara, ditebang pohon berdiameter ≥ 40 cm; c) Untuk TJTI pada jalur tanam dengan lebar maksimal 140 m dilakukan tebang habis (land clearing) dan pada jalur antara, dengan lebar maksimal 35 m dilakukan penebangan setelah penjarangan pertama pada jalur tanam selesai dilaksanakan. Siklus 40 tahun untuk diameter ≥ 30 cm pada hutan rawa. Siklus 20 tahun untuk bahan baku chip, dan 30 tahun untuk kayu arang untuk diameter ≥ 10 cm pada hutan payau/mangrove.
Kelestarian hasil diwujudkan melalui diperolehnya hasil hutan yang secara terus menerus dengan jumlah yang relatif sama atau lebih besar setiap tahunnya. Pengaturan hasil hutan akan meliputi tiga hal penting yaitu perhitungan jumlah dari kayu yang akan diproduksi, pembagian hasil ke dalam tebangan, dan penyusunan rencana penebangan. Hasil yang akan diatur tersebut adalah volume kayu yang akan ditebang setiap tahunnya agar terwujudnya kelestarian hasil. Maka dari itu, diperlukan suatu perhitungan jatah tebang tahunan atau yang disebut dengan Jatah Produksi Tahunan (JPT). Jatah Produksi Tahunan (JPT) atau Annual Allowable Cut (AAC) merupakan besar panen (produksi) maksimum yang dapat dilakukan sesuai dengan daya dukungan atau produktivitas atau riap tegakan, untuk mewujudkan kelestarian produksi (Darusman dan Bahruni 2004).
Sedangkan, pada urutan kedua adalah sistem silvikultur Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB). Hal ini dikarenakan wilayah konsesi tersebut telah sampai pada rotasi tebang kedua, sehingga tegakan yang tersedia memiliki kerapatan yang cukup jarang akibat rotasi tebang sebelumnya. Kerapatan tegakan yang cukup jarang tersebut menyebabkan kegiatan penebangan (produksi) hanya bisa dilakukan jika dilakukan penanaman kembali pada wilayah tersebut, sehingga sistem silvikultur yang diterapkan ialah sistem THPB.


Image result for FORESTRY KOATSU
Komatsu Forest Harvester. Sumber : Google.com
DAFTAR PUSTAKA

Darusman D, Bahruni. 2004. Analisis Ekonomi Pengelolaan Hutan Lestari pada Unit Manajemen Hutan di Indonesia. Association of Indonesian Forest Concession Holders (APHI) and International Tropical Timber Organization (ITTO). Jakarta (ID), Februari 2004. http://www.rimbawan.com [18 November 2017]
[KEPMENHUT] Keputusan Menteri Kehutanan. 2003. Nomor: 163/Kpts-II/2003 tentang Pengelompokan Jenis Kayu Sebagai Dasar Pengenaan Iuran Kehutanan. Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
[PERMENHUT] Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2014. Nomor: P.65/Menhut-II/2014 tentang Perubahan atas peraturan menteri kehutanan nomor P.11/Menhut-II/2009 tentang Sistem Silvikultur dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Produksi. Jakarta (ID): Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
[PERMENHUT] Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2015. Nomor: P.12/Menlhk-II/2015 tentang Pembangunan Hutan Industri. Jakarta (ID): Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Purwowidodo. 1999. Konservasi Tanah di Kawasan Hutan. Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan IPB Press.

Rahmawati. 1997. Penataan hutan di wilayah HPH PT. Internasional Timber Corporation Indonesia produksi dati I Kalimantan Timur [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas kehutanan IPB

Comments

Popular posts from this blog

SOAL ESSAY BIOLOGI TENTANG SEL

SOAL ESSAY BIOLOGI 1. Jelaskan definisi sel menurut anda! Sel adalah bagian struktural dan fungsional dari setiap organisme. Beberapa organisme, misalnya bakteri, merupakan uniseluler, yaitu terdiri dari hanya satu sel saja. Beragam organisme lainnya, misalnya manusia, adalah multiseluler (manusia diperkirakan memiliki 100.000 miliar sel dalam tubuhnya). Teori tentang sel yang pertama kali dikemukakan pada abad ke-19 menyatakan bahwa semua organisme tersusun atas satu atau lebih sel. Setiap sel berasal dari sebuah sel lainnya. Seluruh fungsi vital bagi organisme terjadi di dalam sel dan sel-sel tersebut mengandung informasi genetik yang dibutuhkan untuk mengatur fungsi sel dan memindahkan informasi kepada sel-sel generasi berikutnya. Kata “sel” berasal dari kata dalam bahasa Latin cella , yang artinya adalah ruang kecil. Nama ini dipilih oleh Robert Hooke karena ia melihat adanya kesamaan antara sebuah sel dan sebuah ruangan kecil. Set

SOAL-SOAL ESSAY BIOLOGI TENTANG SISTEM PENCERNAAN

1.   Jelaskan perbedaan antara pencernaan mekanis dengan pencernaan kimiawi? Kalau secara mekanis dilakukan oleh gigi-gigi di dalam mulut sedangkan secara kimiawi    dilakukan oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh saluran pencernaan. 2. Apakah manfaat dari makanan berserat dan apa yang terjadi jika kekurangan serat? Makanan berserat dapat mencegah kegemukan dan meningkatnya kolesterol darah, menyerap racun di usus, memudahkan buang air besar dan juga member rasa kenyang. Kekurangan serat dapat menimbulkan sembelit dan kanker usus . 3. Apakah fungsi dari Enzim Ptialin sebutkan contohnya? Enzim ptialin berfungsi mengubah zat tepung (amilum) menjadi gula yaitu maltose dan glukosa. Contohnya jika kalian membiarkan nasi di dalam mulut yang mula-mula terasa tawar, beberapa saat kemudian akan terasa manis. 4. Sebutkan beberapa gangguan dan kelainan pada system pencernaan makanan?       Diare atau mencret adalah gangguan penyerapan air di usus besar sehingga a

PERBEDAAN ANTARA CURAHAN TENAGA KERJA DAN HARI ORANG KERJA (HOK)

Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan dalam hari orang kerja (HOK). Satuan ukuran yang dipergunakan untuk menghitung besarnya tenaga kerja adalah satu HOK atau sama dengan satu hari kerja pria (HKP), yaitu jumlah kerja yang dicurahkan untuk seluruh proses pruduksi yang diukur dengan ukuran kerja pria. Untuk meyetarakan, dilakukan konversi berdasarkan upah di daerah penelitian. Hasil konversinya adalah satu hari pria dinilai sebagai satu hari kerja pria (HKP) dengan delapan jam kerja efektif per hari. (Rahim dan Dian, 2008) Universitas Sumatera Utara Satuan yang sering dipakai dalam perhitungan kebutuhan tenaga keraj adalah HKO (hari kerja orang) dan JKO (jam kerja orang). Pemakaian HKO ada kelemahanya karena masing-masing daerah berlainan (1 HKO di daerah B belum tentu sama dengan 1 HKO di daerah A) bila dihitung jam kerjanya. Sering kali dijumpai upah borongan yang sulit dihitung, baik HKO maupun JKO-nya (Surati