KLASIFIKASI TERBIMBING (Supervised Classification) DAN KLASIFIKASI TIDAK TERBIMBING (Unsupervised Classification)
Klasifikasi diartikan
sebagai proses mengelompokkan pixel-pixel ke dalam kelas-kelas atau
kategori-kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai kecerahan (brightness
value/BV atau digital number/DN) pixel yang bersangkutan. Klasifikasi
citra pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan gambaran atau peta tematik yang
berisikan bagian-bagian yang menyatakan suatu obyek atau tema. Tiap obyek pada
gambar tersebut memiliki simbol yang unik yang dapat dinyatakan dengan warna
atau pola tertentu. Klasifikasi bentuk dalam citra, pada awalnya dimulai dengan
interpretasi visual atau interpretasi citra secara manual untuk
mengidentifikasi kelompok piksel yang homogen yang mewakili beragam bentuk atau
kelas liputan lahan yang diinginkan. Interpretasi citra penginderaan jauh dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu interpretasi secara manual dan interpretasi
secara digital.
Klasifikasi digital pada
suatu citra adalah suatu proses di mana piksel-piksel dengan karakteristik
spektral yang sama, yang oleh karenanya diasumsikan sebagai kelas yang sama,
diidentifikasi dan ditetapkan dalam suatu warna. Dalam perkembangan selanjutnya
teknik klasifikasi digital sudah mengarah ke berbasis objek, dimana pada metode
klasifikasi ini menggunakan tiga parameter utama sebagai pemisah objek, yaitu
scale, shape, compactness. Klasifikasi digital ini memiliki keunggulan pada
pemisahan antar objek yang akurat dan presisi. Selain itu klasifikasi ini
melakukan klasifikasi berdasarkan segmentasi objek, bukan berdasarkan piksel,
klasifikasi digital ini juga memiliki kelebihan dalam efisiensi waktu pengerjaan
(Noviar 2012). Klasifikasi secara digital yang menempatkan piksel ke dalam
kelas-kelas secara umum dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu klasifikasi tidak terbimbing (Unsupervised
Classification) dan klasifikasi terbimbing (Supervised Classification)
(Mukhaiyar 2010).
Klasifikasi
tidak terbimbing adalah klasifikasi yang proses pembentukan kelas - kelasnya
sebagian besar dikerjakan oleh komputer (Jaya 2010). Klasifikasi tidak
terbimbing sering disebut clustering yaitu suatu teknik klasifikasi atau
identifikasi yang merupakan serangkaian proses untuk mengelompokkan observasi (
yang dalam hal ini piksel) ke dalam suatu kelas atau klaster yang benar dalam
suatu kategori yang disusun . Klasifikasi tidak terbimbing mengelompokkan
piksel - piksel berdasarkan kesamaan atau kemiripan spektralnya. Kelas - kelas
tersebut tidak berhubungan secara langsung dengan watak - watak tertentu dari
fitur atau obyek yang ada pada citra (Jaya 2007).
Euclidean distance merupakan metode yang
membandingkan jarak minimum image pengujian, dengan database image pelatihan
(Nugraheny 2015). Ruang euclidean
distance merupakan ruang dengan dimensi terbatas yang bernilai riil dimana
jarak euclidean adalah panjang sisi miring dari sebuah segitiga siku -siku.
Semakin kecil nilai d (x,y) maka semakin mirip kedua vektor yang dibandingkan,
sebaliknya semakin besar nilai d (x.y) maka semakin berbeda kedua vektor
tersebut ( Santosa 2007). Squared Euclidean Distance merupakan metode yang
hampir sama dengan metode euclidean, namun tidak menggunakan akar kuadrat. Hal
tersebut menyebabkan clustering jarak squared euclidean lebih cepat
dibandingkan jarak euclidean.
Pembuatan dendogram dapat menggunakan dua metode
yaitu metode single linkage dan metode complete lingkage. Metode single
lingkage yaitu metode yang dibentuk dengan menggabungkan jarak paling pendek
atau similaritas yang paling besar. Metode complete linkage merupakan metode
yang didasarkan pada jarak maksimum. Jarak satu cluster dengan cluster lain
diukur berdasarkan obyek yang mempunyai jarak terjauh. Awal perhitungan
terlebih dahulu mencari jarak minimum dan menggabungkan obyek - obyek yang
bersesuaian (Simora 2005).
mengurangi kesalahan pengkelasan.
Klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi yang
analisisnya mempunyai sejumlah pixel yang mewakili masing - masing kelas atau
kategori yang diinginkan (Jaya 2007). Menurut Marini (2014) Klasifikasi terbimbing merupakan metode yang
diperlukan untuk mentransformasikan data citra
multispektral ke dalam kelas-kelas unsur spasial dalam bentuk informasi
tematis. Kriteria pengelompokan
kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas yang diperoleh melalui pembuatan
training area. Penentuan training area biasanya dilakukan berdasarkan hasil
pengamatan lapangan atau berdasarkan penyesuaian dengan peta rupa bumi.
Training area yang telah didapatkan kemudian dijadikan sebagai masukkan dalam
proses klasifikasi untuk keseluruhan citra (Jaya 2007). Pada
klasifikasi terbimbing, identitas dan
lokasi kelas-kelas unsur
atau tipe penutup
lahan (seperti halnya perkotaan, tubuh air, lahan basah, dan lain
sebagainya) telah diketahui sebelumnya melalui kunjungan ke lapangan (survei),
analisis foto udara (atau citra satelit sebelumnya), maupun cara-cara yang lain
(Marini 2014).
Separabilitas adalah ukuran statistik antar dua
kelas . Separabilitas digunakan untuk mengetahui kombinasi band mana saja yang
akan meberikan separabilitas terbaik untuk memperoleh kualitas ketelitian
klasifikasi (Riswanto 2009). Nilai yang dicari dalam praktikum ini yaitu comission error, comission error, User
accuracy, ketelitian akurasi, kappa accuracy
dan overall accuracy. Omission dan Comission error adalah kesalahan yang dilakukan oleh user atau
pembuat saat menentukan area klasifikasi. Nilai kappa digunakan untuk
menentukan bagaimana klasifikasi membandingkan secara acak menempatkan nilai ke
setiap pixel (Noviar et al 2012). Akurasi kappa digunakan untuk menguji
kesignikanan antara dua matrik kesalahan dari metode yang berbeda atau dari
kombinasi band yang berbeda ( Jaya 2007).
Klasifikasi terbimbing dan tidak terbimbing
memiliki kekurangan masing-masing. Klasifikasi tidak terbimbing memiliki
kekurangan yaitu pencitraan spektral selalu berubah sepanjang waktu,
menyebabkan hubungan antar respon spektral dengan kelas informasi menjadi tidak
konstan, oleh karena itu pengetahuan tentang spektral harus lebih dipahami.
Klasifikasi tidak terbimbing digunakan pada citra yang hanya memiliki sedikit
informasi. Kekurangan dari klasifikasi terbimbing yaitu ouput yang diperoleh
akan tidak sesuai dengan keadaan dilapang apabila melakukan kesalahan saat
membuat training area, dimana saat pemilihan training area suatu wilayah dapat
berisikian beberapa area yang berbeda kelas. Hal tersebut mengakibatkan
training area yang telah dibuat akan memproses data yang kurang tepat.
Kelebihan dari klasifikasi supervised yaitu dapat membedakan kelas/cluster
dengan baik apabila training sample yang diperoleh tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Indarto.2009. Identifikasi
dan Klasifikasi Peruntukan Lahan Menggunakan Citra Aster. Jurnal Media Teknik Sipil.. Vol 9(1):1-8.
Jaya I N S. 2007. Analisi
Citra Digital : Perspektif Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam.
Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Marini Y.2014.Perbandingan Metode Klasifikasi Supervised MaximumLikelihood dengan
Klasifikasi Berbasis Objek Untuk Inventarisasi Lahan Tambak di Kabupaten
Maros[Seminar].
Bogor(ID):LAPAN.
Mukhaiyar R.2010. Klasifikasi Penggunaan Lahan dari Data Remote Sensing. Jurnal Teknologi dan Informasi. Vol 2(1):1-15.
Maspiyanti F. 2013. Klasifikasi Fase
Pertumbuhan Padi Berdasarkan Citra
Hiperspektral dengan Modifikasi Logika Fuzzy (paddy growth stages classification based on hyperspectral image using modified fuzzy
logic). Jurnal Penginderaan Jauh.Vol
10 (1): 41-48.
Nugraheny D.2015.
Metode nilai jarak guna kesamaan atau kemiripan ciri suatu citra (kasus deteksi
awan cumolonimbus menggunakan principal component analysis). Jurnal Angkasa.
7(2):21-30.
Noviar H. 2012. Uji Akurasi Training
Sampel Berbasis Objek Citra Landsat Di Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Tengah.Jurnal Ilmiah Geomatika. Vol
18(2):132-143.
Noviar H, Carolita I, Cahyono J
S. 2012. Uji akurasi training sampel berbasis objek citra landsat di kawasan
hutan Provinsi Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmiah Geomatika. 18
(2):132-143.
Riswanto E. 2009. Evaluasi
akurasi klasifikasi penutupn lahan menggunkan citra alos palsar resolusi rendah
studi kasus di Pulau Kalimantan [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Santosa B. 2007. Data
Mining ( Teori dan Aplikasi). Yogyakarta (ID) :Graha Ilmu.
Somantri L. 2008.Pemanfaatan
Teknik Penginderaan Jauh untuk Mengidentifikasi Kerentanan dan Resiko Banjir. Jurnal Gea. Vol 8(2): 1-6.
terima kasih banyak. sangat membantu dalam mengerjakan laporan hihi:>
ReplyDeletemantap mas
ReplyDelete