Sebelum citra satelit
digunakan lebih lanjut, terlebih dahulu perlu dilakukan proses perbaikan
terhadap kualitas citra satelit. Perbaikan kualitas citra dilakukan melalui
proses fusi, yang bertujuan untuk mempertajam tampilan citra dan menutupi
informasi yang hilang. Proses fusi dilakukan dengan cara penggabungan dua data
citra, yaitu citra pankromatik dan citra multispektral agar diperoleh citra
berwarna dengan resolusi spasial yang sama dengan kanal pankromatiknya, karena
pada umumnya band multispektral memiliki resolusi spasial lebih rendah
dari kanal pankromatiknya (Rudianto 2011).
Dalam pelaksanaan
pemetaan fotogrametri dibutuhkan titik-titik yang diketahui dan memiliki
referensi koordinat tanah lokasi dimana pengukuran dilaksanakan. Titik-titik
ini disebut dengan Ground Control Point atau titik kontrol. Ground
Control Point (GCP) berfungsi sebagai titik sekutu yang menghubungkan
antara sistem koordinat peta dan sistem koordinat foto (Hendy 2014). Dari GCP inilah nantinya peta foto akan
memiliki koordinat yang sesuai dan terikat dengan wilayah pengukuran tersebut.
Pengukuran GCP biasanya menggunakan pengukuran terestris dan harus terikat
dengan base station yang digunakan sebagai premark pada saat pesawat
melakukan pemotretan udara (Husna 2016).
Root
Mean Square Error (RMSE) dari titik-titik
GCP untuk suatu pengolahan fotogrametri adalah nilai yang sangat penting karena
menunjukan seberapa teliti pengolahan yang telah dilaksanakan. Nilai RMSE ini
ditunjukan dalam satuan meter. Sebelum ditentukan nilai RMSE, suatu pengolahan
memiliki nilai residual pada masing-masing titik kontrol (GCP) dan tie point.
Nilai residual adalah selisih dari nilai koordinat pengamatan dan hasil
perataannya. Nilai residual tidak hanya merefleksikan kesalahan dalam titik
titik kontrol (GCP) dan tie point, tetapi juga digunakan untuk
mempertimbangkan kualitas dari model matematika. Dengan kata lain, residual
tidak hanya memperlihatkan kesalahan pada titik mana yang butuh dikoreksi
melainkan dapat juga mengindikasikan titik-titik mana yang buruk dan mengetahui
apakah hasil pengolahan telah sesuai dengan sistem titik kontrol tanah atau
belum. Dalam pengolahan fotogrametri digital, data residual maupun RMSE
disajikan dalam log file setelah melakukan tahap adjustment
(Husna 2016).
Hasil hitungan
koreksi geometrik ditunjukkan oleh harga Root Mean Square Error (RMSE),
artinya semakin kecil nilai RMSE maka semakin baik pula ketelitiannya.
Toleransi nilai RMSE hasil hitungan koreksi geometrik pada peta citra umumnya
ditentukan menggunakan asumsi sebesar: 0.5xRS. Untuk citra Quickbird dengan
RS=0.68 meter, maka toleransi yang diijinkan yaitu: ≤ 0,34 meter. Adapun untuk
citra Ikonos dengan RS=1.0 meter, maka toleransi yang diijinkan yaitu ≤ 0.5 meter (Rudianto 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Hendy
G. 2014. Skripsi :Pembuatan Model Tiga Dimensi Candi Gebang Menggunakan
Metode Fotogrametri Jarak Dekat. Yogyakarta : Universitas
Gadjah Mada.
Husna.2016. Penggunaan Parameter Orientasi Eksternal (Eo) Untuk
Optimalisasi Digital Triangulasi Fotogrametri Untuk Keperluan Ortofoto.Jurnal Geodesi Undip. Vol 5(4):178-187.
Leksono, B.E, dan Susilowati, Y., (2008). The
Accuracy Improvement of Spatial Data for Land Parcel and Building Taxation
Objects by Using The Large Scale Ortho Image Data, FIG Working Week,
Stockholen, Sweden.
Indarto.2009. Identifikasi
dan Klasifikasi Peruntukan Lahan Menggunakan Citra Aster. Jurnal Media Teknik Sipil.. Vol 9(1):1-8.
Maspiyanti F. 2013. Klasifikasi Fase
Pertumbuhan Padi Berdasarkan Citra
Hiperspektral dengan Modifikasi Logika Fuzzy (paddy growth stages classification based on hyperspectral image using modified fuzzy
logic). Jurnal Penginderaan Jauh.Vol
10 (1): 41-48.
Somantri L.2008. Pemanfaatan
Teknik Penginderaan Jauh untuk Mengidentifikasi Kerentanan dan Resiko Banjir. Jurnal Gea. Vol 8(2): 1-6.
Rudianto
B.2011. Analisis Pengaruh Sebaran Ground Control Point terhadap Ketelitian
Objek pada Peta Citra Hasil Ortorektifikasi.Jurnal
Rekayasa.Vol 15(1):11-18.
Comments
Post a Comment