Salah satu pengertian yang dapat digunakan untuk
menggambarkan tegakan dalam bidang kehutanan yaitu menurut Suhendang (1985),
jika dipandang dari kepentingan manajemen hutan, tegakan merupakan suatu
hamparan lahan hutan secara geografis terpusat dan memiliki ciri-ciri kombinasi
dari sifat-sifat vegetasi (komposisi jenis, pola pertumbuhan, kualitas
pertumbuhan), sifat-sifat fisik (bentuk lapangan, kemiringan lapangan dan
lain-lain) yang relatif homogen serta memiliki luasan minimal tertentu
sebagaimana yang diisyaratkan. Tegakan (stumpage)
hakekatnya adalah kayu (timber) pada
kumpulan pohon-pohon yang masih hidup atau sudah mati (misal pohon Jati yang
diteres) yang ada di hutan, termasuk juga pohon yang sudah tumbang karena alam
maupun ditebang tetapi belum dilakukan pembagian batang dijadikan sortimen kayu
bulat (logs), dan pohon (kayu) tersebut siap untuk dijual, dengan demikian
pohon itu sudah masak tebang (Bahruni 1999).
Pengertian
tegakan seperti ini berlaku di wilayah Amerika, hal ini juga pada umumnya
dianut di Indonesia, sedangkan di Eropa adalah kayu bulat yang berada di tempat
pengiriman (tempat penjualan), seperti TPK (tempat penimbunan kayu), logs pond
(tempat penimbunan kayu bulat di sungai), loading point (tempat pemuatan untuk
pengapalan, umumnya di muara sungai). Jika pengertian tegakan ini adalah kayu
bulat, maka penilai (assesor) perlu
memperhitungkan biaya pemanenan dan pengangkutan ke tempat pengiriman ini,
untuk ditambahkan kepada nilai tegakan tersebut. Perbedaan pengertian ini
berkaitan dengan pasar yang ada di kedua temp at tersebut, di Amerika umumnya
dijual dalam bentuk pohon berdiri atau sudah ditebang tetapi masih di tempat
(di dalam hutan) sedangkan di Eropah umumnya pemilik (pengelola) melakukan
penebangan dan mengangkut kayu bulat ke lokasi yang mudah dijangkau oleh
pembeli atau di sepakati, harga jual franco di tempat ini.
Memperhatikan pasar kayu di Indonesia, berupa pasar
kayu bulat, sangat jarang berupa pasar pohon berdiri di hutan, hal terakhir ini
sebagian besar terdapat pada pasar hutan rakyat yang banyak terdapat di Pulau
Jawa. Sistem usaha kehutanan di Indonesia berupa pemberian hak pemanfaatan
hasil hutan, sedangkan tegakan hutan sebagian besar merupakan hutan negara.
Oleh karena itu penting bagi penilaian untuk memahami kondisi yang berlaku sehingga dapat melakukan penilaian
secara benar, dengan memberikan penjelasan makna tegakan dimaksud.
Penilaian tegakan merupakan aktivitas penting dan
selalu dilakukan berulang-ulang sesuai dengan perubahan situasi khususnya
pasar, di dalam usaha kayu (timber business), atau usaha kehutanan, hal ini
disebabkan oleh sedikit saja perbedaan harga jual yang diterima pemilik
(negara), maupun pengelola akan sangat berpengaruh terhadap profitabilitas
usaha tersebut, khususnya hal ini pada usaha hutan tanaman. Namun
demikian penilaian tegakan ini penting bukan saja bagi pengelola hutan selaku
"penjualan tegakan", pemegang hak pemanfaatan hasil hutan selanjutnya
disebut Pemegang Hak Guna Usaha Hutan (PHGUH) selaku pembeli tegakan dan
sekaligus penjual kayu bulat, tetapi juga pihak lain pengelola industri
pengolahan kayu sebagai pembeli.
Pada penilaian tegakan bagi pengelola tegakan hutan
atau PHGUH berlaku nilai pasar, sedangkan bagi pengelola industri pengolahan
kayu berlaku nilai guna, yaitu nilai bersih yang diterima dari usaha konversi
kayu bulat kepada produk kayu lainnya. Metode penilaian tegakan yang dapat
dikembangkan atau digunakan ada dua dasar metode yaitu :
1.
Metode Harga
Pasar :
a)
Metode
Pendugaan Pasar Melalui Model Ekonometrika
b)
Metode Tabel
Nilai Tegakan
2.
Metode Nilai
dalam Produksi: Nilai Sisa Turunan
3.
Metode atas
Oasar Biaya (Metode Historis)
Berikut
adalah penjelasan mengenai metode penilaian tegakan menurut Onrizal dan Sulistiyono
(2002).
1.
Metode Harga
Pasar
Metoda harga pasar yang lazim digunakan adalah pendugaan pasar melalui
model ekonometrika (Metoda Fakta Pasar). Metodapendugaan pasar merupakan
penilaian tegakan atas dasar perbandingan denganharga (nilai) pasar tegakan di
tempat lain yang relatif sama kondisinya. Padakenyataannya sangat sulit untuk
memperoleh kondisi yang sama betul, sehinggadilakukan pendugaan nilai tersebut
berdasarkan variabel yang secara teoritis danempiris berpengaruh terhadap
pemasaran kayu (tegakan), yaitu harga jual.Pembentukan model regresi sebagai
berikut :
Y = α + β1X1 + β2X2 + ... + βnXn
Y = nilai tegakan
X = variabel yang berpengaruh terhadap pemasaran,
seperti harga jual,jarak angkut hasil hutan (dari hutan sampai tempat
penjualan), diameter pohon rata-rata, kerapatan tegakan, jumah jenis komersial,
peubahboneka (seperti tipe hutan: rawa, tanah kering), sistem pemanenan(traktor
atau sistem kabel), kondisi jalan (jalan angkutan darat, sungai), kondisi jalan
hutan (diperkeras atau tidak), hutan tanaman atauhutan alam, sistem tebang
pilih, jalur atau tebang habis).
Keuntungan penilaian tegakan menggunakan persamaan regresi adalah lebih mudah,
yaitu adanya penggunaan peubah/variabel yang mudah diukur dan datapeubah
relatif mudah diperoleh, tidak sangat btergantung pada data finansial(keuangan)
yang relatif terbatas. Kelemahannya karena tentunya mendapatkan nilairata-rata
dari berbagai kondisi, tidak spesifik lokasi hutan yang
dinilai.Pengembanganteknik penilaian dengan menggunakan regresi ini belum
dilakukan diIndonesia, karena keterbatasan data yang menyangkut data urut waktu
(timeseries).
2.
Metode Nilai
Sisa Turunan
Nilai Sisa Turunan merupakan harga jual produk
dikurangi dengan total biaya pemanenan, pengolahan, penyusutan, dan batas
keuntungan dan resikosebagaimana dijabarkan dibawa ini.
SV = Sp – (Lc + Mc + D) –
M
Ket :
SV = Nilai tegakan (Rp/m3)
Sp = Harga jual produk (Rp/m3)
Lc = Biaya pemanenan (Rp/m3)
Mc = Biaya pengolahan (industri)
(Rp/m3)
D = penyusutan (Rp/m3)
M = batas keuntungan dan resiko
usaha (Rp/m3)
PR = profit ratio
Dapat juga dicari menggunakan rumus dibawah ini.
Si = (Pi x Vi) – Ci
Ket :
Si = nilai
tegakan jenis pohon i (Rp/ha)
Pi = harga
jual kayu jenis i dalam negeri (Rp/m3)
Vi = volume
produksi jenis kayu i (m3/ha)
Ci = biaya
produksi, termasuk penyusutan, amortasi, bunga (Rp/ha)
Dapat juga menggunakan persamaan dibawah ini.
Ket :
PNWt = nilai
sekarang dari tegakan muda seumur pada umur t
NRw = Nilai
pendapatan bersih dari tegakan muda pada umur rotasi w
SEV = Nilai
harapan lahan
i =
tingkat suku bunga (%)
w =
umur akhir daur
t =
umur pada saat dilakukan penilaian
3.
Metode Historis
Salah satu karakteristik usaha kehutanan adalah
adanya jangka waktu yang panjang (long
term business planning), selama jangka waktu tunggu tersebut(gestation period) dikeluarkan berbagai
macam biaya pengelolaan tegakan sepertipenanaman, pemeliharaan terhadap segala
macam gangguan yang bersifat alami (hama dan penyakit) maupun karena kelalaian
pihak lain (kebakaran,pencurian, dan lain-lain). Biaya-biaya ini terakumulasi
sepanjang waktu tersebut,yang menambah besar biaya adalah adanya beban bunga
modal yang signifikan, sementara hasil yang akan diperoleh menjadi manfaat
(pemasukan) hanya pada saat masak tebang (daur/rotasi).
Biaya yang dikeluarkan hanya satu kali sebagai
inventasi awal (Ca), selain itudikeluarkan biaya pengelolaan tahunan (Ct),
akumulasi nilai biaya sampai saat daurdihitung dengan formulasi sebagai berikut:
FV1t
= Ca (1+i)t
SVt = FV1t + FV2t
Comments
Post a Comment