Interpolasi adalah metode untuk mendapatkan
data berdasarkan beberapa data yang telah diketahui . Dalam pemetaan,
interpolasi adalah proses estimasi nilai pada wilayah yang tidak disampel atau
diukur, sehingga terbuatlah peta atau sebaran nilai pada seluruh wilayah . Interpolasi spasial mengasumsikan bahwa atribut data
bersifat kontinu di dalam ruang (space) dan atribut ini saling berhubungan (dependence)
secara spasial (Christanto 2005). Kedua
asumsi tersebut mengindikasikan bahwa pendugaan atribut data dapat dilakukan
berdasarkan lokasi-lokasi di sekitarnya dan nilai pada titik-titik yang
berdekatan akan lebih mirip dari pada nilai pada titik-titik yang terpisah
lebih jauh.
Logika dalam interpolasi
spasial adalah bahwa nilai titik observasi yang berdekatan akan memiliki nilai
yang sama (mendekati) dibandingkan dengan nilai di titik yang lebih jauh
(Christanto 2005). Pendekatan interpolasi dibutuhkan untuk mengeneralisasi data
spasial dari pengumpulan data sampling dimana data tidak tersedia pada seluruh
sebaran spasial. Untuk menutup semua wilayah pada wilaya studi, data sosial
ekonomi rumah tangga yang diperoleh berdasarkan hasil survei digeneralisasi
melalui metode interpolasi yang tersedia dalam Sistem Informasi Geografis.
Hubungan langsung antara data sosial ekonomi dan posisi secara geografis
mensyaratkan terdapatnya data agregat pada tingkat spasial seperti pendapatan
petani dan lokasi rumah tangga. Pada penelitian ini metode interpolasi
digunakan untuk mengeneralisasi karakteristik sosial ekonomi kedalam data
spasial (Pramono 2008).
Beberapa metode yang bisa digunakan untuk
melakukan interpolasi seperti Trend, Spline, Inverse Distance Weighted (IDW)
dan Kriging. Setiap metode ini akan memberikan hasil interpolasi yang berbeda
(Pramon 2008). Metode Inverse Distance Weighted (IDW) merupakan metode
deterministik yang sederhana dengan mempertimbangkan titik disekitarnya (NCGIA 1997).
Asumsi dari metode ini adalah nilai interpolasi akan lebih mirip pada data
sampel yang dekat daripada yang lebih jauh. Bobot (weight) akan berubah secara
linear sesuai dengan jaraknya dengan data sampel. Bobot ini tidak akan
dipengaruhi oleh letak dari data sampel. Metode ini biasanya digunakan dalam
industri pertambangan karena mudah untuk digunakan. Pemilihan nilai pada power
sangat mempengaruhi hasil interpolasi.
Nilai power yang tinggi akan memberikan hasil
seperti menggunakan interpolasi nearest neighbor dimana nilai yang didapatkan
merupakan nilai dari data point terdekat. Kerugian dari metode IDW adalah nilai
hasil interpolasi terbatas pada nilai yang ada pada data sampel. Pengaruh dari
data sampel terhadap hasil interpolasi disebut sebagi isotropic. Dengan kata
lain, karena metode ini menggunakan rata-rata dari data sampel sehingga
nilainya tidak bisa lebih kecil dari minimum atau lebih besar dari data sampel.
Jadi, puncak bukit atau lembah terdalam tidak dapat ditampilkan dari hasil
interpolasi model ini (Watson & Philip, 1985). Untuk mendapatkan hasil yang
baik, sampel data yang digunakan harus rapat yang berhubungan dengan variasi
lokal. Jika sampelnya agak jarang dan tidak merata, hasilnya kemungkinan besar
tidak sesuai dengan yang diinginkan.
Metode Kriging Metode Kriging adalah estimasi
stochastic yang mirip dengan Inverse Distance Weighted (IDW) dimana menggunakan
kombinasi linear dari weight untuk memperkirakan nilai diantara sampel data .
Metode ini diketemukan oleh D.L. Krige untuk memperkirakan nilai dari bahan
tambang. Asumsi dari metode ini adalah jarak dan orientasi antara sampel data
menunjukkan korelasi spasial yang penting dalam hasil interpolasi. Metode
Kriging sangat banyak menggunakan sistem komputer dalam perhitungan. Kecepatan
perhitungan tergantung dari banyaknya sampel data yang digunakan dan cakupan
dari wilayah yang diperhitungkan. Tidak seperti metode IDW, Kriging memberikan
ukuran error dan confidence (Pramono 2008).
Metode
ini menggunakan semivariogram yang merepresentasikan perbedaan spasial dan
nilai diantara semua pasangan sampel data. Jenis Kriging yang bisa dilakukan
adalah dengan cara spherical, circular, exponential, gaussian dan linear (ESRI
1999). Tahapan dalam menggunakan metode ini adalah: analisa statistik dari
sampel data, pemodelan variogram, membuat hasil interpolasi dan menganalisa
nilai variance. Metode ini sangat tepat digunakan bila kita mengetahui korelasi
spasial jarak dan orientasi dari data. Oleh sebab itu, metode ini sering
digunakan dalam bidang ketanahan dan geologi. Kelemahan dari metode ini adalah
tidak dapat menampilkan puncak, lembah atau nilai yang berubah drastis dalam
jarak yang dekat (Pramono 2008)
Metoda Spline adalah metoda interpolasi yang biasa digunakan untuk
mendapatkan nilai melalui kurva minimum antara nilai-nilai input. Metoda ini
baik digunakan dalam membuat permukaan seperti ketinggian permukaan bumi,
ketinggian muka air tanah, ataupun konsentrasi polusi udara. Kurang bagus untuk
siatuasi dimana terdapat perbedaan nilai yang signifikan pada jarak yang sangat
dekat. Jika dipilih metoda Spline maka ada pilihan tipe Regularized dan
Tension. Regularized membuat permukaan halus sedangkan Tension mempertegas
bentuk permukaan sesuai dengan fenomena model. Interpolasi teknik ini sesuai
fungsi matematika, polinomial tatanan tertentu, ke semua titik masukan (Christanto
2005).
Trend menggunakan
interpolasi polinomial global yang cocok untuk membuat permukaan halus yang
didefinisikan oleh fungsi matematika (polinomial) ke titik sampel input.
Permukaan trend perubahan secara bertahap dan menangkap pola kasar-besaran di
data. Terdapat dua Type of Regression yaitu Linear dan Logistic, dalam
praktikum ini menggunakan Linear maka permukaan pada trend menciptakan point
raster yang merata. Menggunakan regresi polinomial dalam hal ini menggunakan
angka 1 pada Polynomial Order untuk menyesuaikan permukaan ke titik-titik
input. Linear memungkinkan untuk mengontrol urutan polinomial yang digunakan
untuk menyesuaikan permukaan. Nilai 1 akan cocok dengan bidang datar
berdasarkan poin, dan nilai yang lebih tinggi akan cocok dengan permukaan yang
lebih kompleks, nilai terendah yang digambarkan sebagai warna putih merupakan
elevasi terendah semakin ke arah yang daerahnya memiliki elevasi tinggi maka
warna akan semakin gelap sampai telah melewati daerah elevasi tinggi tersebut
kemudian menyamaratakan elevasi, semakin gelap warna dan tinggi nilainya maka
di daerah itulah yang memiliki point-point dengan elevasi yang lebih tinggi
daripada daerah dengan warna terang dengan nilai rendah. Hal ini yang
menyebabkan permukaan trend berbeda dengan metode lainnya
(Bawafi 2013).
Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem
berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan
dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat
dipisahkan (Pasal 1 angka 2 UU No. 41 Tahun 1999). Kawasan hutan yaitu wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan
tetap (Pasal 1 angka 3 UU No. 41 Tahun 1999). Secara umum kawasan hutan terbagi
tiga yaitu hutan lindung, hutan produksi, dan hutan konservasi.
Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan
ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang
mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk
mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalian erosi, mencegah intrusi air
laut dan memelihara kesuburan tanah. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang
mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan Hutan produksi terbatas
merupakan
Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan, setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai antara 125 – 174 (seratus dua puluh lima sampai dengan seratus tujuh puluh empat), diluar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru. Hutan produksi tetap merupakan. Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan, setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai di bawah 125 (seratus dua puluh lima), di luar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru.
Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan, setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai antara 125 – 174 (seratus dua puluh lima sampai dengan seratus tujuh puluh empat), diluar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru. Hutan produksi tetap merupakan. Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan, setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai di bawah 125 (seratus dua puluh lima), di luar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru.
Kriteria hutan lindung, dengan memenuhi salah
satu dari factor yaitu (1) Skor kawasan : kawasan hutan dengan faktor-faktor
kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan
dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai (skor) 175 (seratus tujuh puluh
lima) atau lebih. (2) Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% (empat
puluh per seratus) atau lebih. (3) Kawasan hutan yang berada pada
ketinggian 2000 (dua ribu) meter atau lebih di atas permukaan laut. (4) Kawasan
hutan yang mempunyai tanah sangat peka terhadap erosi dengan lereng lapangan
lebih dari 15% (lima belas per seratus). (5) Kawasan hutan yang merupakan
daerah resapan air. (6) Kawasan hutan yang merupakan daerah perlindungan
pantai.
Faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan
skor kawasan hutan yaitu, (1) Kelerengan
lapangan. (2) Jenis tanah menurut kepekaannya terhadap erosi.(3) Intensitas curah
hujan dari wilayah tersebut. (SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan PP No.
44/2004). Adapun Kelemahan sistem skoring yaitu (1) Kriteria skoring cenderung
untuk tujuan konservasi tanah (perlindungn terhadap erosi) pada kasus ekosistem
daratan tanah kering kontinental dan
upland. (2) Kurang sesuai untuk ekosistem lahan basah. (3) Kurang sesuai untuk
ekosistem pulau kecil yang memiliki DAS pendek dengan persoalan utamanya cenderung
ke konservasi air. (4) Masih memerlukan
tinjauan ekoregional : satuan ekosistem, DAS, lansekap. (5) Metode skoring
dibuat untuk kepentingan penyusunan TGHK
tahun 1980, dimana skala peta yang digunakan sangat kecil (1 : >
500.000), sehingga klasifikasi lerengnya bersifat makro/global. Metode ini belum disesuaikan dengan
penggunaan peta skala besar (1 : 50.000 – 100.000).
Pembuatan layout peta merupakan pekerjaan
terakhir setelah input data, editing data, analisis data, penambahan label, dan
pengaturan legenda daftar isi telah dilakukan. Melalui fasilitas layout dapat
membuat dan mengatur data mana saja yang akan digunakan sebagai output dari
proses atau analisis gis yang digunakan serta bagaimana data tersebut akan
ditampilkan (Triyadi 2013).
Layout ini akan bermanfaat untuk memperjelas
peta dan memperindah secara tampilan, selain itu tujuan yang lebih penting
mengenai layout peta adalah sebagai atribut pelengkap yang mampu menjelaskan
isi peta, yang merupakan informasi-informasi penting. Tanpa adanya layout,
sebuah peta tidak akan berarti apa-apa, dan hanya bermakna sebagai gambar
biasa. Pentingnya layout ini pada sebuah peta, sehingga perlu dilakukan
pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mendesain
layout yang baik. Melalui praktikum ini praktikan diharapkan akan mempunyai
pengetahuan mengenai layout dan dapat mengaplikasikannya untuk keperluan lain. Hal yang harus
diingat dalam membuat layout adalah unsur-unsur peta harus masuk dalam peta
seperti peta utama, judul peta, arah mata angin, skala (batang dan angka), keterangan
(legend), riwayat peta, inset peta, pembuat peta, grid dan koordinat, sistem
koordinat apa yang dipakai, dan hal lainnya yang bisa saja ditambahkan seperti
tabel, logo, gambar (Triyadi 2013).
Bawafi H. 2013. Sistem Informasi Geografis : Analisis 3 Dimensi (https://www.academia.edu/19036151/Sistem_Informasi_Geografis_-_Analisis_3_Dimensi)
. (Diunduh 3 Juni 201721.53 WIB).
Christanto M, Prasasti I, Wijayanto H. 2005. Analisis Penerapan Metode Krigging dan Invers Distance pada Interpolasi Data Dugaan
Suhu, Air Mampu
Curah (AMC) dan Indeks Stabilitas Atmosfer (ISA) dari Data NOAA-TOVS, PIT
MAPIN XIV. Surabaya (ID) : Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
ESRI. 1999. ArcView Help.
Redlands (US). Environmental Systems Research Institute, Inc.
NCGIA. 2007. Interpolation:
Inverse Distance Weighting. (http://www.ncgia.ucsb.edu/pubs/spherekit/inverse.html).
(Diunduh 3 Juni 2017 pukul 21.40 WIB).
Pramono H . 2008. Akurasi
Metode IDW dan Kriging Untuk Interpolasi Sebaran Sedimen Tersuspensi. Forum
Geografi, Vol. 22 : (1) 97 – 110.
Triyadi
D. 2013. Layout Peta dengan Sistem Informasi Geografis.
(http://triyadirikky06.blogspot.co.id/2013/01/layout-peta-dengan-sig.h). (Diunduh
1 Juni 2017 pukul 20.19 WIB).
terimakasih atas artikel nya, sangat membantu. semoga bermanfaat!
ReplyDeletejangan lupa kunjungi website saya; frizalestari.blogspot.com dan website kampus saya; http://www.gunadarma.ac.id
Terimakasih
Terima kasih kak Kurnia
ReplyDelete