KERUSAKAN
TEGAKAN TINGGAL
Tegakan tinggal adalah tegakan pada areal hutan yang
sudah dilakukan penebangan untuk dipelihara sampai saat penebangan selanjutnya.
Sedangkan pohon inti adalah jenis komersial berdiameter minimal 20 cm yang akan
membentuk tegakan utama yang akan ditanam pada rotasi tanam berikutnya.
Kerusakan tegakan tinggal adalah kerusakan yang terjadi
pada tegakan tinggal diakibatkan oleh kegiatan pemanenan kayu.
Keruskan-keruskan tersebut berupa pohon rubuh atau mati, rusak tajuk, rusak batang,
patah batang, rusak kulit, rusak akar sehingga ditak dapat tumbuh lagi secara
normal. Kerusakan hutan setelah diadakan pemanenan kayu tergantung pada
komposisinya, cara pemungutan dan jumlah pohon yang dipungut. Nicholson (1958)
menemukan di daerah Lung Manis terdapat kerusakan akibat pemanenan kayu dengan
traktor meliputi 45 persen dari jumlah pohon yang ada, yang terdiri dari 30
persen jatuh atau patah, dan 11 persen rusak kulit.
Penelitian yang dilakukan Soekotjo et al. (1975),
ternyata banyaknya pohon yang mengalami kerusakan tajuk antara 0-25 persen
tidak dipengaruhi oleh cara penebangan atau pelaksanaan penebangan, keadaan
hutan sebelum ditebang ataupun besarnya tebangan. Banyaknya pohon mengalami
keruskan tajuk 25-50 persen tergantung dari macam HPH maupun luas bidang dasar
yang dipungut berlaku pula untuk kerusakan tajuk 50-75 persen dinyatakan pula
pengaruh macam HPH terhadap banyaknya pohon yang mengalami kerusakan kulit
dipengaruhi oleh macam HPH dan banyaknya pohon yang ditebang.
Keruskan hutan terutama banyaknya pohon yang mengalami
kerusakan tajuk dan kulit dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni komposisi hutan,
luas bidang dasar sebelum penebangan dan luas bidang dasar yang dipungut.
Siapno (1970) membagi derajat kerusakan tegakan tinggal
dalam kategori sebagai berikut :
1.
Rusak tajuk, pohon dianggap rusak apabila lebih dari 1/6
bagian tajuknya mengalami kerusakan.
2.
Rusak batang, pohon dianggap rusak apabila batangnya
mengalami kerusakan sampai cambium dengan lebar lebih dari 5 cm, lebih kurang
sepanjang garis sejajar sumbu longitudinal dari batang.
3.
Rusak banir, pohon dianggap rusak apabila 1/3 jumlah
banir yang ada mengalami keruskan.
4.
Rusak kulit, pohon dianggap rusak bila lebih dari 1/2
keliling pohon pada setiap tempat pada batang mengalami keruskan.
5.
Patah atau roboh, pohon yang patah atau roboh
dimasukkan kedalam kategori pohon yang rusak.
6.
Pohon dianggap rusak bila mengalami kerusakan yang merupakan
kombinasi dari kriteria kerusakan.
Soekotjo et al.
(1975) mengklasifikasikan kerusakan pohon dalam 3 kelas, yaitu :
1.
Sehat, yaitu pohon yang tidak rusak atau kerusakan
pohon yang ringan
2.
Luka, yaitu kerusakan pohon yang dapat sembuh kembali
dan tidak merugikan kuantitas dan kualitas pertumbuhannya, antara lain :
Kerusakan tajuk, kerusakan kulit dan kerusakan kulit tajuk.
3.
Rusak, yaitu kerusakan pohon yang diperkirakan tidak
akan baik kembali atau sangat merugikan pertumbuhannya, yaitu kerusakan patah
dan rebah.
Menurut Elias, dkk (1993), berdasarkan tipe keruskan
yang terjadi pada individu pohon maka dapat ditetapkan bahwa tipe kerusakan
batang pecah, pohon patah, pohon rebah termasuk dalam tingkat kerusakan berat.
Untuk derajat kerusakan tegakan menurut Elias, dkk (1993) digolongkan atas :
1. Kerusakan berat
apabila K>50%
2. Keruskan sedang
apabila K 25-50%
3. Kerusakan ringan
apabila K<25%
DAFTAR PUSTAKA
Nicholson, D.I. 1958. An Analysis of Logging Damage Forester Rain
Forest North Borneo. Malayan Forester XXI (2): 65-71
Siapno, I.B. 1970. Guide for Tree in Jury Study. Hand Book of
Selective Logging. Second Edition. Manila, Philipines: 195-212.
Proses cepat aman dan terpercaya hanya disini upd4te 8ett1n9 (7ACD8560)
ReplyDelete