Penilaian merupakan upaya untuk
melestarikan Sumberdaya Hutan melaluqi konsep manfaat. Manfaat hutan dalam
kelompok fungsi sosial budaya adalah barang dan jasa yang dapat dihasilkan oleh
hutan yang dapat memenuhi kepentingan umum, terutama bagi masyarakat di sekitar
hutan untuk berbagai kepentingan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Di
masyarakat sering terjadi salah paham tentang definisi nilai. Nilai sering
diterjemahkan sebagai Valuation atau Appraisal. Dalam ranah kehutanan, Appraisal yang lebih cocok digunakan
karena dapat menentukan atau menduga nilai manfaat (Apresiasi) ekosistem hutan
berdasarkan metode atau teknik tertentu, untuk individu atau masyarakat, lokasi
dan waktu tertentu (Suhendang 2002 dalam Setyani 2010). Appraisal merupakan suatu prosedur atau proses tertentu tentang
perhitungan dalam penentuan nilai suatu barang atau jasa tertentu, bagi
individu tertentu serta pada keadaan tempat dan waktu tertentu.
Langkah
kedua dalam penilaian sumberdaya hutan ini adalah melakukan identifikasi
kondisi biofisik hutan dan sosial budaya masyarakat karena proses pembentukan
nilai sumberdaya hutan berdasarkan pada persepsi individu/masyarakat dan
kualitas serta kuantitas komponen sumberdaya hutan tersebut. Langkah
selanjutnya adalah melakukan penilaian sumberdaya hutan melalui proses
penilaian biofisik dan sosial budaya yaitu kuantifikasi setiap indikator nilai
berupa barang hasil hutan, jasa fungsi ekosistem hutan serta atribut hutan
dalam kaitannya dengan budaya setempat. Atas dasar kuantifikasi indikator nilai
tersebut dilakukan penilaian ekonomi manfaat hutan, berdasarkan metode
penilaian tertentu pada setiap klasifikasi nilai (Bahruni 1999).
Metode penilaian manfaat hutan pada dasarnya dibagi
dalam dua kelompok yaitu metode atas dasar pasar dan metode pendekatan terhadap
pasar yaitu pendekatan terhadap kesediaan membayar. Metode pendekatan terhadap
pasar ini oleh beberapa ahli ekonomi telah dikembangkan dan diaplikasikan untuk
menilai manfaat hutan yang tidak memiliki harga pasar dalam satuan moneter.
Metode ini mencoba untuk menggambarkan permintaan konsumen, sebagai contoh
kesediaan membayar konsumen (willingnesstopay-WTP) terhadap manfaat
hutan yang tidak memiliki harga pasar dalam satuan moneter, atau kesediaan
menerima konsumen (willingnesstoaccept– WTA) terhadap kompensasi yang
diberikan kepada konsumen untuk manfaat yang hilang dalam satuan moneter.
Bishop (1999) membagi metode penilaian ekonomi untuk
manfaat yang diperoleh dari sumber daya alam dan lingkungan menjadi lima
kelompok :
(i) Penilaian berdasarkan harga pasar, termasuk
pendugaan manfaat dari kegiatan produksi dan konsumsi dalam kehidupan
sehari-hari.
Barang dan jasa yang dihasilkan hutan dan
diperdagangkan (memiliki harga pasar) diantaranya adalah hasil hutan kayu,
produk hasil hutan non kayu seperti pangan, tumbuhan obat, hidupan liar dan
rekreasi. Untuk produk-produk tersebut, harga pasar dapat digunakan untuk
menggambarkan perhitungan finansial, untuk membandingkan antara manfaat dan
biaya dari berbagai alternatif pilihan penggunaan lahan hutan. Harga pasar
diturunkan melalui interaksi antara produsen dan konsumen melalui permintaan
dan penyediaan barang dan jasa (transaksi pasar). Dalam pasar yang efisien
(Pasar Persaingan Sempurna) harga barang dan jasa mencerminkan kesediaan
membayar setiap orang (WTP). Nilai yang diperoleh dari pasar persaingan
sempurna merupakan nilai baku karena memenuhi keinginan penjual dan pembeli
serta memberikan surplus kesejahteraan yang maksimal. Apabila memungkinkan
harga pada pasar yang efisien ini menjadi pilihan pertama untuk membandingkan
manfaat dan biaya dari berbagai kegiatan.
(ii) Pendekatan harga pengganti, termasuk metode biaya
perjalanan, hedonicprice, dan pendekatan barang pengganti.
Metode ini berdasarkan pada kenyataan bahwa nilai
sumberdaya hutan yang tidak memiliki harga pasar dapat tergambarkan secara
tidak langsung pada pengeluaran konsumen, harga barang dan jasa yang
diperjualbelikan, atau dalam tingkat produktivitas dari kegiatan pasar
tertentu. Metode ini terdiri atas :
a. Metode Biaya Perjalanan
Metode ini berdasarkan pada asumsi bahwa konsumen
menilai tempat rekreasi hutan berdasarkan pada biaya yang dikeluarkan untuk
dapat sampai ke tempat tujuan (wisata hutan), termasuk biaya perjalanan sebagai
biaya oportunitas dari waktu yang dikeluarkan untuk melakukan perjalanan ke
tempat wisata hutan.
b. Harga Hedonik
Metode harga hedonik menekankan pada pengukuran manfaat
lingkungan yang melekat pada barang atau jasa yang memiliki harga pasar. Metode
ini didasarkan pada gagasan bahwa barang pasar menyediakan pembeli dengan
sejumlah jasa, yang beberapa diantaranya bisa merupakan kualitas lingkungan.
Penerapan umum teknik penilaian ini adalah pada pendekatan nilai properti dan
pendekatan perbedaan upah. Sebagai contoh nilai pasar perumahan,
tergantung dari berbagai faktor diantaranya adalah luas bangunan, lokasi,
material yang digunakan, dan kualitas lingkungan sekitarnya. Sehingga bangunan
rumah dengan kualitas udara segar di sekitarnya, akan membuat orang bersedia
membayar lebih mahal dibandingkan rumah dengan kualitas sama tetapi berada pada
lingkungan yang jelek.
c. Pendekatan Barang Subtitusi
Untuk produk-produk kehutanan yang tidak ada pasarnya
atau langsung dimanfaatkan oleh pemungutnya (contoh : kayu bakar), nilai produk
tersebut dapat diduga dari harga pasar produk-produk sejenis (contoh : kayu
bakar yang dijual di daerah lain) atau nilai terbaik dari barang subtitusi atau
barang alternatif (contoh : batubara). Untuk barang subtitusi yang tidak
memiliki harga pasar, nilainya dapat diperkirakan dengan menghitung biaya
oportunitas dari pemakaian sebagai barang subtitusi tersebut dalam dua tahap,
yaitu : 1) mengestimasi faktor konversi untuk persamaan dua barang subtitusi,
2) mengestimasi pengaruh marjinal pada output, dan juga keuntungan, dari
perubahan dalam penggunaan barang subtitusi.
(iii) Pendekatan fungsi produksi (dosis respon), dengan
fokus pada hubungan biofisik antara fungsi hutan dan kegiatan pasar.
Metode penilaian ini sering disebut dengan teknik
perubahan dalam produksi, metode input-output atau dosis respon atau pendekatan
fungsi produksi. Metode ini menekankan pada hubungan antara kehidupan manusia
(lebih sempitnya lagi pada pertambahan output dari barang dan jasa yang
memiliki pasar) dan perubahan dari sumber daya alam baik kualitas maupun
kuantitas . Pendekatan fungsi produksi dapat digunakan untuk mengestimasi nilai
guna tidak langsung dari fungsi ekologis hutan, melalui kontribusi nilai guna
tersebut terhadap kegiatan pasar. Metode ini telah banyak digunakan untuk
mengestimasi dampak dari perubahan kualitas lingkungan (contoh : deforestasi,
erosi, polusi udara dan air) terhadap produktivitas pertanian, kehutanan, dan
perikanan, kesehatan manusia, dan biaya pemeliharaan infrastruktur ekonomi.
(iv) Pendekatan preferensi
Dalam pendekatan ini, informasi mengenai nilai manfaat
lingkungan diperoleh dengan mengajukan pertanyaan kepada konsumen mengenai
kesediaan membayar untuk manfaat lingkungan yang diterima, dan atau kesediaan
menerima untuk menerima kompensasi atas manfaat lingkungan yang hilang. Teknik
penilaian yang termasuk dalam pendekatan preferensi adalah :
a. Penilaian Kontingensi
Studi dengan metode ini banyak mengunakan data dari
hasil survey. Format pertanyaan pada metode ini adalah pertanyaan terbuka dan
pertanyaan menggunakan pilihan. Wawancara dilakukan dengan menanyakan WTA dan
WTP terhadap SDA agar tetap terpelihara. CVM hanya dapat digunakan sebagai
metode untuk mengestimasi nilai bukan guna yang tidak diperdagangkan di pasar,
dan menilai barang yang tidak memiliki barang subtitusi, komplemen, dan
pengganti yang diperdagangkan di pasar, contohnya nilai pilihan atau keberadaan
suatu fungsi SDH.
b. Peringkat Kontingen
Metode ini menggunakan pertanyaan terhadap responden
untuk menentukan peringkat dan memberi skor dari beberapa barang yang tidak
memiliki harga pasar. Pada beberapa kasus, nilai moneter dapat ditentukan
secara tidak langsung, dengan memasukkan dalam peringkat kontingen satu atau
lebih barang yang memiliki harga pasar sebagai “pengikat” (pembanding). Metode
ini secara konsep sederhana, mudah untuk dicatat, dan dapat dihasilkan dugaan
menyeluruh dari sejumlah barang dan jasa hutan, tanpa melaksanakan survey WTP
secara terpisah untuk setiap nilai guna dan nilai bukan guna. Di sisi lain,
metode ini kurang menghasilkan dugaan besarnya WTP yang akurat.
c. Percobaan Pilihan (ChoiceExperiments)
Metode percobaan pilihan (CE) ini menggunakan
pertanyaan pada responden untuk memilih diantara beberapa satuan barang yang
tidak memiliki pasar, yang memiliki berbagai atribut. Di bidang kehutanan,
dalam survey CE, responden disajikan berbagai alternatif landskap (dalam bentuk
gambar), yang sangat beragam dalam hal jenis tumbuhan, keragaman umur,
persentase lahan terbuka, jalan dan harga hipotetik. Kelebihan CE adalah
kemampuan untuk mengestimasi nilai karakteristik dari produk lingkungan.
d. Metode Partisipatory
Metode ini menggunakan teknik “focusgroup” baik
dalam pengumpulan data dan analisis sehingga diharapkan dapat mengurangi bias
dan menghasilkan informasi yang lebih akurat. Teknik ini lebih baik dalam
pengumpulan data kualitatif dibandingkan data kuantitatif.
(v) Pendekatan berdasarkan biaya, termasuk di dalamnya
adalah biaya penggantian dan pengeluaran defensif.
Terdapat tiga alternatif metode yang menekankan pada
biaya penyediaan, pemeliharaan, barang dan jasa lingkungan, yaitu :
a.
Metode biaya penggantian, yang mengukur nilai lingkungan dengan
menghitung biaya produksi ulang dari suatu manfaat.
Teknik berdasarkan biaya penggantian ini menghasilkan
nilai untuk manfaat dari barang dan jasa dengan menduga biaya penggantian
manfaat dengan alternatif barang dan jasa lainnya. Atau dengan kata lain metode
ini berdasarkan pada biaya penggantian atau pemulihan asset yang mengalami
degradasi. Penerapan teknik ini untuk menilai manfaat hutan, adalah dengan
menduga nilai kehilangan nutrisi tanah sebagai akibat peningkatan erosi yang
disebabkan oleh kegiatan penebangan dan deforestasi, dengan melalui
penghitungan biaya pembuatan pupuk yang dibutuhkan untuk mengganti nutrisi yang
hilang (Copra, 1993; Niskanen 1998 dalam Bishop 1999).
b. Metode biaya preventif, dengan mengestimasi biaya
pencegahan degradasi lingkungan.
Metode ini menilai manfaat barang dan jasa lingkungan
dengan mengestimasi biaya pencegahan berkurangnya manfaat lingkungan yang
diperoleh dari suatu area. Pendekatan ini lebih tepat diterapkan untuk menilai
nilai guna tidak langsung. Di bidang kehutanan, metode ini dapat digunakan
untuk mengukur berkurangnya manfaat perlindungan DAS yang disebabkan oleh
pembangunan jalan untuk kegiatan penebangan, dengan menghitung pertambahan biaya
yang dibutuhkan untuk menerapkan metode penebangan yang tidak merusak
lingkungan (Reduced Impact Logging). Perlu diingat bahwa manfaat dari
biaya preventif ini harus sesuai dengan yang dihasilkan oleh manfaat lingkungan
sebenarnya, untuk memperoleh dugaan biaya yang realistik. Pada metode ini
memfokuskan pada biaya pencegahan kerusakan sebelum terjadinya kerusakan itu.
c.
Pendekatan biaya oportunitas, yang mengestimasi biaya produksi
(biaya pengadaan) sebagai biaya pengganti dari nilai manfaat yang tidak
memiliki harga pasar.
Pada teknik penilaian ini menekankan faktor biaya
pengadaan barang dan jasa hasil hutan khususnya biaya yang paling esensial
yaitu upah. Biaya oportunitas dari waktu yang digunakan untuk memungut hasil
hutan non kayu yang tidak memiliki harga pasar tersebut, selanjutnya dijadikan
pengganti untuk nilai produk tersebut. Sementara itu James, R.F (1991)
mengelompokkan teknik penilaian manfaat sumberdaya hutan berdasarkan kriteria
yang menggambarkan karakteristik setiap jenis nilai, baik nilai guna langsung,
nilai guna tidak langsung, nilai pilihan dan nilai keberadaan. Untuk metode
penilaian nilai guna langsung terdiri atas :
(i) Nilai manfaat sosial bersih
Metode
ini menggunakan data demanddan supplyyang lengkap secara series
sehingga dapat disusun kurva supply dan demand untuk menentukan nilai barang
berdasarkan perpotongan kedua kurva tadi sebagai harga keseimbangan.
(ii) Harga pasar
Metode
ini digunakan untuk barang atau jasa hutan yang memiliki harga pasar. Data yang
diperlukan adalah harga dan jumlah setiap jenis barang/jasa hutan. Menurut
Davis dan Johnson (1983) metode fakta pasar dan nilai kini bersih termasuk
dalam teknik penilaian ini. Metode nilai kini bersih mencoba untuk menghitung
nilai saat ini dari hasil penggunaan lahan hutan.
(iii) Harga pengganti
Metode ini terdiri dari beberapa teknik :
a. Harga subtitusi. Nilai barang/jasa hutan yang tidak
memiliki harga pasar didekati dari harga barang subtitusinya.
b. Harga subtitusi tidak langsung. Untuk barang
subtitusi yang tidak ada harga pasarnya, maka nilai barang didekati dari harga
penggunaan lain dari barang subtitusi.
c. Biaya oportunitas tidak langsung. Nilai barang/jasa
hutan didekati dari faktor biaya pengadaannya (khususnya upah).
d. Nilai tukar perdagangan. Harga barang/jasa hutan
didekati dari nilai pertukaran dengan barang yang ada harganya.
e. Biaya relokasi. Nilai barang/jasa hutan didekati
dari biaya pemindahan ke tempat lain dimana manfaat penggunaan dapat digantikan
di tempat baru.
(iv) Biaya perjalanan.
Metode
ini biasa digunakan untuk menghitung nilai kawasan rekreasi hutan. Modifikasi
dari metode ini adalah biaya pengadaan yang bisa digunakan untuk menghitung
nilai air berdasarkan biaya besarnya biaya pengadaan sampai air tersebut
dikonsumsi (Bahruni 1999).
(v) Nilai dalam proses produksi
Teknik
ini digunakan untuk menilai barang/jasa hutan yang merupakan input dalam
produksi suatu barang. Sebagai contoh untuk menghitung nilai tegakan melalui
pendekatan output kayu gergajian yang dihasilkan.
Untuk memilih metode penilaian nilai guna langsung dari
sumberdaya hutan yang tepat ditentukan berdasarkan pada seberapa jauh
ketersediaan data harga yang ada dan sifat dari produk hutan tersebut.
Sedangkan untuk metode penilaian nilai guna tidak langsung, nilai pilihan dan
nilai keberadaan dari sumberdaya hutan terdiri atas :
(i) Perlindungan asset
a. Biaya penggantian. Nilai dari fungsi sumberdaya
didekati dari biaya penggantian/pembuatan kembali sumberdaya hutan yang rusak,
sehingga fungsinya terpulihkan kembali atau berdasarkan biaya penggantian
fungsi sumberdaya hutan yang rusak dengan alternatif barang/jasa lainnya.
b. Biaya rehabilitasi. Nilai dari fungsi sumberdaya
hutan didekati dari biaya perbaikan kondisi sumberdaya tersebut sehingga
fungsinya kembali seperti semula. Perbedaan dengan biaya penggantian adalah
tingkat kerusakan yang terjasi tidak sampai harus mengganti total aset
tersebut.
c. Nilai produksi yang hilang. Nilai dari fungsi
sumberdaya didekati dari nilai perubahan hasil produksi akibat perubahan fungsi
sumberdaya tersebut.
d. Biaya pembangunan tambahan. Nilai dari fungsi
sumberdaya hutan didekati dari pengeluaran biaya tambahan pembuatan fasilitas
tertentu agar fungsi SDH tetap ada.
(ii) Metode penilaian kontingensi.
Pemilihan metode penilaian nilai guna tidak langsung, nilai
pilihan dan nilai keberadaan ditentukan berdasarkan pada dapat tidaknya nilai
tersebut direfleksikan pada nilai-nilai manfaat yang mudah terukur. Pearce (1990)
membagi metode penilaian ekonomi SDA
berdasarkan sebagai berikut :
• Pendekatan langsung : usaha untuk menentukan
preferensi konsumen secara langsung dengan menggunakan teknik survei atau
eksperimen
• Pendekatan tidak langsung : teknik untuk menentukan
preferensi konsumen aktual dengan berdasarkan pada informasi dari hasil
observasi pasar.Preferensi pada barang-barang lingkungan secara tidak langsung
dinyatakan pada saat individu membayar barang-barang yang dipasarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bahruni. 1999. Diktat Penilaian Sumberdaya Hutan dan Lingkungan.
Bogor ( ID) : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Bishop J T. 1999. Valuing Forests : A Review of
Methodsand Applicationsin Developing Countries. London (UK) : International
Institute for Environment and Development.
James R F. 1991. Wetland Valuation :
GuidelinesandTechniques. Bogor (ID) : Asian Wetland Bureau-Indonesia.
Pearce DW, Turner, R K. 1990. Economics of Natural
Resources and The Environment. London (UK) : HarvesterWheatsheaf.
Setyani I S. 2010.
Pemanfaatan hasil hutan non kayu dan persepsi masyarakat terhadap pemanfaatan
sumberdaya hutan (kasus di IUPHHK-HA PT. Austral Byna, Kabupaten Barito Utara,
Provinsi Kalimantan Tengah [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian
Pasang Taruhanmu Disini upd4te8ett1n9
ReplyDeleteUntuk Info Cara Daftar Silahkan Hubungi CS Kami Di Bawah Ini
BBM 7ACD8560, Line Updatebetting, Whatsapp +855 979 542 957