Interpretasi visual
merupakan suatu kegiatan dalam rangka mendeteksi dan mengidentifikasi
obyek-obyek yang terdapat pada potret udara atau citra lainnya melalui
unsur-unsur spasial dan spektral utama dari obyek yang bersangkutan. Di bidang
kehutanan, kadang-kadang juga mengguna-kan unsur kondisi temporal. Menurut
American Society of Photogrametry (1966) dalam Paine (1981) Interpretasi
didefinisikan sebagai kegiatan memeriksa potret atau citra guna
mengidentifikasi obyek dan menguji signifikasinya.
Penafsiran
gambar yang terekam pada potret udara merupakan suatu seni yang memerlukan
ketrampilan. Pada potret udara vertikal, obyek-obyek yang disajikan hanya
penampang melintang bagian atas dari obyek-obyek bersangkutan. Dengan demikian
penafsiran gambar/obyek pada potret udara vertikal lebih sukar dilakukan
dibandingkan dengan potret udara miring. Untuk memudahkan penafsiran obyek
ataupun bentuk-bentuk penggunaan lahan, sangatlah penting jika diketahui
terlebih dahulu tentang teknik diagnosis penutupan lahan.
Elemen-elemen diagnostik penafsiran citra.
Berdasarkan urutan tingkat
kepentingan, elemen-elemen diagnostik penutupan lahan adalah sebagai berikut :
a. Warna
atau Tone
Menurut Manual
of Remote Sensing (1983), tone/warna adalah elemen diagnostik yang ditempatkan
pada “urutan pertama” sebagai elemen dasar dari penafsiran potret, selanjutnya
diikuti oleh elemen diagnostik lainnya yang merupakan susunan spasial dari
tone.
Tone dan warna
merupakan unsur interpretasi yang dihasilkan dari proses penyinaran suatu obyek
dan pengaruhnya terhadap film yang digunakan. Kontras tertentu dari tone/warna
dari obyek sangat penting untuk identifikasi. Tanpa adanya kontras maka elemen
diagnostik lain seperti ukuran, bentuk, tekstur dan pola tidak akan dapat
diketahui (dengan kata lain menjadi tidak relevan) yang terpenting adalah
gradasi tone dari tepi/batas obyek.
Faktor utama
yang mempengaruhi tone adalah kadar air tanah dan vegetasi. Variasi tone yang
disebabkan oleh vegetasi dan kelembaban tanah berhubungan erat oleh karena
pengaruh vegetasi juga disebabkan oleh pengaruh kadar air yang terdapat
padanya. Baik pada potret panchromatik maupun inframerah, hitam-putih, permukaan
yang basah akan tampak lebih gelap dibandingkan dengan permukaan yang lebih
kering. Tone dari beberapa obyek dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tone dari beberapa tutupan lahan
Potret Panchromatik
|
Potret
|
||
Jenis Obyek
|
Inframerah
|
||
Hitam-Putih
|
|||
Hitam-Putih
|
|||
a. Tanah basah
|
gelap
|
gelap
|
|
b. Jalan tanah
|
abu-abu terang
|
abu-abu terang
|
|
c. Vegetasi rapat
|
abu-abu gelap
|
abu-abu terang
|
|
d. Vegetasi jarang
|
abu-abu agak terang
|
abu-abu gelap
|
|
e. Rumput kering
|
abu-abu terang
|
abu-abu gelap
|
|
Lokasi relatif
terhadap titik utama (principal point)
juga mempengaruhi tone obyek. Pohon-pohon dari jenis yang sama akan tampak
berangsur-angsur lebih gelap pada bagian tepi potret (lebih gelap daripada yang
dekat dengan titik pusat potret). Perlu diketahui bahwa warna dan tone adalah
relatif dan bervariasi di dalam tubuh potret sendiri dan antara potret lainnya
untuk obyek yang sama. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan pada waktu
pemotretan, pencucian maupun pencetakannya. Tone dari suatu obyek juga dapat
bervariasi yang disebabkan karena pengaruh musim dalam setahun dan posisi
matahari terhadap kamera pada waktu pemotretan. Suatu tubuh air kadang-kadang
terlihat putih (tidak seperti biasanya berwarna gelap) apabila posisi kamera
pada waktu pemotretan menangkap sinar matahari yang dipantulkan oleh tubuh air
bersangkutan.
Foto Udara |
b. Ukuran
Ukuran dibedakan
atas ukuran absolut dan ukuran relatif. Ukuran relatif obyek diartikan sebagai ukuran
obyek bersangkutan dibandingkan dengan obyek-obyek lainnya. Dalam penafsiran
obyek, ukuran-ukuran sangatlah penting untuk diketahui, karena dengan
membandingkan obyek-obyek yang akan dikenali dengan obyek-obyek yang ada di
sekitarnya (yang masih dalam satu potret) dapat dipakai salah satu faktor
penentu jenis obyek yang bersangkutan. Contoh :
·
Ukuran bangunan rumah relatif lebih kecil dibandingkan dengan bangunan
industri/pabrik;
·
Ukuran tajuk kayu berdaun lebar relatif lebih besar dibandingkan dengan
tajuk kayu berdaun jarum.
c. Bentuk
Bentuk dan
ukuran adalah elemen-elemen yang saling berkaitan. Bentuk pohon sangat penting
dalam interpretasi hutan. Tanaman muda berdaun lebar mempunyai bentuk tajuk
yang mirip kerucut, mirip dengan tanaman konifer. Bentuk tajuk pohon berdaun
lebar cenderung berubah dengan bertambahnya umur pohon. Bagi interpreter,
pengetahuan tentang bentuk-bentuk pohon per jenis pohon menurut umur, lokasi
dan waktu.
Bentuk-bentuk
obyek di lapangan cukup penting diketahui oleh seorang penafsir untuk digunakan
sebagai pengetahuan penafsiran obyek-obyek yang terdapat pada potret udara.
Obyek-obyek dapat dikenali melalui bentuk-bentuk obyek yang terdapat pada
potret tunggal (dua dimensi) maupun dengan bantuan stereoskop (tiga dimensi).
Contoh :
·
Jalan raya mempunyai bentuk belokan yang relatif lebih tajam
dibandingkan dengan rel kereta api dan sungai (Gambar 18d);
·
Bentuk tajuk-tajuk pohon berdaun lebar (hard wood) lebih tidak teratur dibandingkan dengan tajuk-tajuk
conifer (soft wood).
·
Bentuk petak-petak sawah tadah hujan akan terlihat berbentuk
petak-petak yang tidak teratur dan tidak mengikuti garis tinggi (kontur).
Sedangkan sawah irigasi akan terlihat berbentuk petak-petak yang teratur dengan
mengikuti garis tinggi.
d.
Tekstur
Tekstur
merupakan frekuensi perubahan tone pada potret, dihasilkan dari suatu agregat
obyek-obyek yang kecil yang tidak dapat diletakkan satu per satu. Semakin kecil
skala, semakin halus teksturnya. Sebagai contoh, pada skala 1:5.000, daun dan
cabang-cabang mempengaruhi tekstur, sementara pada skala 1: 10.000 ~ 1: 20.000
individu pohonlah yang membentuk tekstur.
Tekstur
merupakan ukuran kekasaran (tingkat kekasaran) dari suatu obyek atau kumpulan
suatu obyek yang terekam pada potret udara. Tekstur dapat dibedakan menjadi
beberapa golongan yaitu : sangat halus, halus, sedang, kasar dan sangat kasar.
Pembedaan tekstur tersebut sesuai dengan kemampuan interpreter dalam menafsir
obyek-obyek yang terdapat pada potret. Permukaan air biasanya mempunyai tekstur
yang sangat halus, padang rumput halus, tanaman jagung sedang, hutan muda kasar
dan hutan tua sangat kasar.
Tingkat
kekasaran (tekstur) juga dipengaruhi oleh skala potret bersangkutan. Tekstur dapat digunakan untuk menentukan tipe tegakan, tegakan pada
kelas umur yang lebih muda mempunyai tekstur yang lebih halus dibandingkan
dengan tegakan yang lebih tua.
Sama halnya
dengan tone, tekstur dari suatu bagian tegakan yang homogen ada kemungkinan
berbeda dengan tekstur pada bagian lainnya untuk tegakan yang sama. Tekstur
suatu tegakan yang terdapat pada bagian tengah potret akan tampak lebih halus
dibandingkan dengan yang terdapat pada bagian tepi potret untuk tegakan yang
sama, hal ini disebabkan karena posisi pandang dari obyek bersangkutan. Untuk
obyek-obyek yang terletak pada atau dekat dengan titik pusat akan terlihat
penampang bagian atas saja, sedangkan yang terdapat pada bagian tepi potret
akan terlihat dari arah miring (penampang samping dan atas obyek). Dengan kata
lain, perbedaan tersebut disebabkan karena perbedaan perspektif. Sebagai
contoh, tajuk-tajuk pohon yang terdapat dekat dengan titik pusat akan terlihat
relatif lebih bulat dibandingkan dengan tajuk-tajuk yang terdapat pada bagian
tepi potret, akan terlihat lebih tidak teratur.
e.
Bayangan
Apabila bayangan
dapat diinterpretasi secara benar maka dapat digunakan sebagai salah satu
indikator penentu jenis obyek. Bayangan suatu obyek akan memperlihatkan bentuk
profil dan ukuran relatif dari obyek bersangkutan. Di lain pihak, bayangan
dapat menyulitkan interpretasi obyek-obyek di sekitarnya.
f. Pola
Pola merupakan
karakteristik makro yang digunakan untuk menggambarkan susunan spasial dari
obyek pada potret, termasuk pengulangan obyek-obyek alam. Pola ini sangat
terkait dengan geologi, topografi, tanah, iklim dan masyarakat tumbuh-tumbuhan.
Pola merupakan susunan
ruang dari suatu obyek. Pola ada yang merupakan buatan manusia dan ada yang
alamiah. Pola buatan manusia pada umumnya mudah dibedakan dengan pola alamiah.
Buatan manusia pada umumnya mempunyai pola geometri yang lebih teratur
dibandingkan dengan pola alamiah. Sebagai contoh, pemukiman yang secara sengaja dibuat akan tampak
barisan-barisan rumah penduduk dengan ukuran dan jarak yang relatif seragam,
sedangkan perkampungan yang terbentuk secara alamiah akan terlihat lebih tidak
teratur baik ukuran maupun jarak antara rumah yang satu dengan yang lainnya.
Demikian pula antara hutan tanaman dengan hutan alam akan mempunyai pola
penanaman yang berbeda.
g. Lokasi
dan asosiasi
Lokasi merupakan
elemen penting dalam interpretasi, sebagai contoh lokasi zone pesisir di daerah
tropis yang merupakan lokasi dari vegetasi mangrove, lokasi hutan pantai. Hutan
rawa umumnya terdapat di lokasi dataran rendah. Bentuk dari sungai yang
berliku-liku pada umumnya ada di daerah rawa-rawa.
Pengetahuan
tentang lokasi atau letak obyek-obyek di permukaan bumi sangat membantu untuk
memastikan jenis suatu obyek dalam kegiatan interpretasi pada potret udara.
Untuk lebih meyakinkan hasil penafsiran obyek, juga perlu diketahui hubungan
antara obyek yang satu dengan obyek lainnya (asosiasi). Dalam bidang kehutanan,
perlu diketahui asosiasi biologi apabila untuk tujuan pembuatan peta tipe-tipe
vegetasi. Contoh hutan rawa akan terdapat di dataran rendah, dimana di
sela-sela hutan tersebut akan tampak genangan-genangan air yang merupakan
rawa-rawa daerah bersangkutan. Demikian pula untuk menentukan jenis-jenis obyek
yang lainnya. Interpreter pada umumnya jarang menggunakan satu unsur dalam penafsiran
potret udara. Dengan menggunakan gabungan dari unsur dengan unsur lainnya,
interpretasi suatu obyek lebih mudah dilakukan.
Asosiasi pada
umumnya mempunyai 2 yang berbeda. Dalam konteks ekologi, asosiasi menyatukan
masyarakat tumbuhan dari suatu komposisi floristik tertentu yang menyajikan
kondisi fisiognomi dan pertumbuhan yang inform/seragam. Dalam konteks lain,
asosiasi merupkan keterkaitan antara keberadaan satu obyek dengan obyek
lainnya. Dalam hal ini digunakan
hubungan korelasi, “hubungan jika ®
maka”. Contoh: Jika ada bangunan di atas rel maka bangunan tersebut adalah
stasiun. Jika alur-alur terbuka (jalan) menuju suatu titik (lokasi) itu berarti
adalah jalur pengangkutan kayu dengan kabel.
Sumber : Modul Praktikum Dasar-Dasar Penginderaan Jauh. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Begadang? Gak bisa tidur?
ReplyDeleteMari daftar dan begadang bersama kami di upd4te 8ett1n9