Penilaian pohon diperlukan dalam rangka menduga
conversion return dari setiap pohon, dengan menggunakan metode nilai sisa
turunan. Prosedur penilaian ada dua, yang dapat digunakan dalam penilaian
pohon yaitu 1) Penilaian pohon keseluruhan yaitu atas dasar pohon sebagai unit
perhitungan, pohon berdiri diklasifikasikan menurut bentuk (seperti angka
bentuk), percabangan, rata-rata kualitas kayu bulat (logs) yang dihasilkan dan
faktor-faktor external lainnya yang dipengaruhi nilai pohon tersebut. Atas
dasar ini diperoleh hasil penilaian berupa nilai per pohon menurut jenis,
ukuran, dan kualitas pohon . 2) Penilaian pohon atas dasar setiap potong
(sortimen) kayu bulat (logs) yang dapat diperoleh dari setiap pohon. Setiap
sortimen kayu bulat diidentifikasi ukuran dan kualitas, sehingga diperoleh
nilai kayu bulat.
Metode penilaian pohon atas dasar sortimen prosedurnya lebih dasar, memperhatikan nilai setiap
sortimen kayu bulat menurut diameter, panjang dan kualitasnya. Keragaman
kualitas kayu bulat akan mempengaruhi struktur kualitas hasil proses
pengolahan, oleh karena itu pengenalan terhadap hubungan kualitas kayu bulat
dengan kualitas kayu olahan dalam penilaian menjadi penting. Assesor yang
mempunyai kemampuan mengetahui nilai setiap sortimen kayu bulat yang membentuk
pohon di hutan, maka assesor itu dapat menduga nilai pohon dengan ukuran diameter, tinggi dan kualitas tertentu (kelas
kualitas pohon) berdasarkan struktur kualitas kayu bulat tersebut.
Penilaian
kayu bulat secara individual ini memberikan prosedur yang fleksibel dan
komprehensif. Metode ini relatif mahal karena ketelitian penaksirannya oleh
karena itu sebaiknya digunakan pada pohon yang bernilai tinggi. Nilai pohon ini
tentunya berhubungan dengan pemanfaatan kayu bulat tersebut, yang secara umum
penggunaan sebagai kayu gergajian (sawn timber) ataupun kayu lapis (plywood)
memberikan nilai yang tinggi, dan mampu memberikan keragaman nilai menurut
keragaman kualitas kayu bulat (pohon) tersebut. Dalam penilaian ini akan
digunakan contoh industri penggergajian (saw mill) Penilaian atas dasar kayu bulat dilakukan melalui
empat tahap yaitu :
1)
Penentuan harga (nilai) kayu gergajian per satuan volume kayu gergajian (M bd
ft, m3) menurut kualitas dan diameter kayu bulat. Ini berarti
sejumlah (n) sortimen dengan kualitas dan diameter tertentu digergaji
menghasilkan M bd ft gergajian. Untuk hal ini perlu diketahui beberapa
informasi yaitu :
·
Harga kayu gergajian menurut kualitas per M bd ft
·
Hubungan dimensi kayu gergajian terhadap harga, khususnya ukuran
ketebalan berpengaruh terhadap harga, sedangkan panjang dan lebar kayu gergajian
tidak berpengaruh secara nyata.
·
Distribusi kualitas kayu gergajian (lumber grade recovery) yang
dihasilkan dari setiap kayu bulat menurut diameter, panjang dan kualitas.
2)
Penentuan nilai kayu bulat per M bd ft kayu gergajian pada skala pabrik dan skala
log, menurut ukuran diameter, kualitas dan panjang kayu bulat yang diterima
industri penggergajian. Pendugaan ini diperoleh dari pengurangan harga dengan
biaya pengolahan. Pendugaan ini
diperoleh melalui beberapa kegiatan yaitu :
·
Analisis biaya setiap kegiatan pengolahan
·
Studi waktu (produktivitas) untuk mengolah kayu bulat dengan
diameter dan panjang berbeda, produktivitas berkaitan dengan biaya tetap dan
variabel industri penggergajian. Jika sistim borongan maka tarif borongan per
satuan volume kayu olahan (gergajian) sebagai biaya variabel industri.
·
Analisis "overrun" atau "underrun", yang
digunakan untuk mengkonversi nilai kayu bulat per M bd ft kayu gergajian yang
sudah diolah (skala pabrik, lumber scale) ke nilai kayu bulat per M bd
ft kayu gergajian pendugaan dari kayu bulat yang belum diolah (masih berada di
log yard industri) menurut standar scaling dan grading serta
standar penggergajian (skala kayu bulat, log scale). Persentase overrun
atau underrun merupakan persentase perbedaan antara volume realisasi dan
pendugaan kayu gergajian menurut ukuran diameter dan panjang kayu bulat. Overrum
artinya realisasi lebih besar dari pendugaan, sebaliknya underrun adalah
realisasi lebih kecil dari pendugaan, dinyatakan dalam persen. (Perlu dikemukakan
disini penggunaan overrum atau underrun di Indonesia belum begitu
dikenal, karena belum berkembang standar scaling dan grading kayu bulat yang
dihubungkan dengan pendugaan volume kayu olahan yang dihasilkan. Faktor
konversi yang sering digunakan adalah recovery factor atau rendemen,
perbedaan penggunaan faktor konversi rendemen terletak pada perubahan nilai
persatuan volume, yaitu dari nilai persatuan volume kayu gergajian menjadi
nilai per satuan volume kayu bulat).
3) Penentuan nilai kayu bulat sejumlah sortimen pada skala log dan
nilai setiap sortimen kayu bulat menurut kualitas, diameter dan panjang sebagai
mana masih berada pada pohon berdiri per satuan volume (M bd ft) kayu gergajian
yang dihasilkan). Pendugaan ini memerlukan pengurangan dengan biaya-biaya
pemanenan yang informasinya diperoleh melalui :
·
Analisis biaya setiap langkah kegiatan
pemanenan, per satuan gergajian setiap sortimen dengan diameter dan panjang
tertentu volume
·
Studi waktu (prestasi kerja) untuk
memperoleh variasi waktu yang diperlukan bagi penanganan kayu bulat menu rut
diameter dan panjang berbeda.
·
Konversi nilai kayu bulat persatuan volume
kayu gergajian (M bd ft) menjadi nilai setiap sortimen kayu bulat per satuan
volume kayu gergajian (bd ft) yang dapat dihasilkan oleh setiap sortimen kayu
bulat tersebut.
4) Penerapan nilai sortimen kayu bulat menurut kualitas, diameter
dan panjang (satuan tetap konsisten dalam bd ft kayu gergajian yang dihasilkan)
menjadi nilai pohon dalam tegakan di hutan. Untuk itu diperlukan informasi
tentang struktur sortimen kayu bulat pada setiap individu pohon. (Perlu
dikemukakan disini seperti penggunaan rendemen untuk konversi nilai kayu bulat
per satuan volume kayu olahan menjadi per satuan volume sortimen kayu bulat,
disini juga dapat digunakan eara lain yang umum digunakan di Indonesia, yaitu
konversi dari nilai kayu bulat per satuan volume sortimen kayu bulat, menjadi
nilai kayu bulat per satuan volume kayu atau pohon berdiri, menggunakan efficiency
logging, exploitation factor atau faktor eksploitasi, dengan cara yang sama dengan penggunaan rendemen yaitu mengalikan nilai
sortimen dengan faktor eksploitasi).
DAFTAR PUSTAKA
Bahruni 1999. Diktat Penilaian Sumberdaya
Hutan dan Lingkungan . Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan, Insitut Pertanian
Bogor.
Ayo kunjungi kami (upd4te8ett1n9) dan daftarkan diri Anda
ReplyDeletedeposit, mainkan dan menangkan taruhannya
Pin bb 7ACD8560